SURABAYA, Beritalima.com |
Generasi milenial menjadi bonus demografi yang harus dikelola dengan baik. Namun pengelolaan bonus demografi saat ini lebih menantang karena pada titik tertentu banyak orang menganggap generasi milenial memiliki komitmen rendah, susah diatur, dan sering berganti pekerjaan. Lantas, mengapa generasi milenial seperti itu dan apa yang harus kita lakukan?
Dosen Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (FPsi UNAIR) Dimas Aryo Wicaksono, S. Psi., M. Sc., berpendapat bahwa generasi milenial adalah generasi yang cukup menantang. Hal itu disebabkan karena mereka memiliki tugas perkembangan yang cukup berat serta adanya tekanan ekspektasi dari lingkungan.
“Mungkin dulu kita kepikiran pengin cepet-cepet kerja supaya punya duit sendiri. Eh, ternyata sekarang punya duit malah mikirin cicilan, susu anak, dan lain-lain,” ungkapnya.
Aryo, sapaan karibnya, melanjutkan bahwa penting bagi industri untuk memikirkan isu kesehatan mental para pekerjanya. Caranya bisa diawali dengan mulai memprioritaskan kesehatan mental mereka. Saat ini milenial juga mulai memikirkan sejauh mana perusahaan dapat memikirkan kesehatan mental mereka.
“Jadi Anda bisa membantu milenial dengan memikirkan kesehatan mental mereka. Karena itu dapat memengaruhi komitmen mereka untuk tetap berkarir di tempat Anda,” tandasnya.
Selain itu, lanjut Aryo, kesehatan mental akan mempengaruhi pikiran, perasaan, serta perilaku sehari-hari. Sehingga penting bagi milenial untuk dapat mengelola kesehatan mentalnya dan juga kesehatan mental orang lain.
“Kita kalau stres mulu yang ada hari itu Senin semua buat orang di sekitar kita. Kesehatan mental bukan berarti hanya bisa mengelola emosi kita, tetapi juga bisa mengelola emosi orang lain,” tuturnya.
Mempertahankan Hubungan Sosial. Bisa mengelola dengan baik terhadap perubahan merupakan suatu hal penting menurut Aryo. Kemudian, memiliki relasi yang bermakna, lebih percaya diri, dan bersikap optimis adalah hal yang dapat menumbuhkan hubungan positif dengan rekan kerja dan teman sejawat.
“Meskipun memiliki kepribadian introvert, kita tetap butuh orang lain, dan harus tetap stay connect dengan rekan-rekan,” sambungnya.
Memiliki Me Time. Lakukan kegiatan yang disukai disela-sela kesibukan, seperti meminum kopi dan mendengarkan musik di cafe. Saat ini sudah banyak cafe bermunculan karena perubahan pola konsumsi barang menjadi konsumsi aktivitas, dan itu mengindikasikan bahwa saat ini milenial butuh keseimbangan dalam menghadapi tekanan karir dan lingkungan,
“Sekarang banyak cafe bermunculan dan bahkan tempat kerja itu juga ada yang didesain seperti cafe,” tukasnya.
Pola Hidup Sehat. Sementara itu, gizi memainkan peran penting untuk menunjang fungsi otak dan kekebalan tubuh. Bahkan asupan zat gizi dari makanan turut membantu menurunkan kadar hormon kortisol dan adrenalin yang meningkat saat stres. Selain itu, tidur cukup delapan jam satu hari juga sangat dianjurkan.
“Konsumsilah asupan yang sehat dan tidak harus mahal, sehingga harus betul-betul menjaga kesehatan agar tetap fit dalam menjalani sibuknya pekerjaan,” lanjutnya.
Mantapkan Tujuan. Saat waktu luang gunakan untuk memikirkan tujuan dan keinginan yang ingin dicapai, bertindak mengalir tanpa tujuan juga akan mempengaruhi kesehatan mental di kemudian hari.
“Tujuan itu tidak harus langsung direalisasikan, tapi mulailah dari langkah-langkah yang kecil,” tutupnya. (Yul)
Caption: Dosen Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (FPsi UNAIR) Dimas Aryo Wicaksono, S. Psi., M. Sc.