JAKARTA, Beritalima.com– Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS) bidang Ekonomi dan Keuangan, Dr Hj Anis Byarwati menyampaikan evaluasi ekonomi Indonesia dalam Webinar Catatan Politik Akhir Tahun 2020 DPP PKS, Rabu (30/12).
Anggota Komisi XI DPR RI membidangi Keuangan, Perbankan dan Pembangunan tersebut menyebut, salah satu evaluasi ekonomi dari PKS itu, Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum berhasil menangani kemiskinan di Indonesia.
Anis yang juga ekonom lulusan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu menyebut, tren penambahan kemiskinan sudah terjadi sebelum Pandemi Covid-19. Adanya pandemi semakin memperburuk situasi kemiskinan di Tanah Air.
Anis menerangkan, pada September 2019, masyarakat miskin mencapai 24,79 juta atau sekitar 9,22 persen dari total penduduk. Angka ini juga menunjukan peningkatan 1,28 juta jiwa dibandingkan Maret 2019.
Jumlah rakyat miskin mengalami peningkatan dan akan semakin memburuk dengan tekanan dampak pandemi Covid-19. Maret 2020 rakyat miskian meningkat sebesar 1,63 juta jiwa dari September 2019, totalnya menjadi 26,42 juta atau 9,78 persen dari penduduk Indonesia.
“Meskipun digambarkan pandemi Covid-19 akan menjadi penyebab utama terjadinya lojakan tingkat kemiskinan 2020, namun demikian dengan melihat data yang disajikan merupakan rentang waktu sebelum terjadinya pademi Covid-19, hal ini memberikan kesimpulan lain bahwa Pemerintah belum berhasil menangani kemiskinan di Indonesia,” terang Anis dalam paparan dia secara daring.
Anis mengatakan, pandemi Covid-19 memperparah keadaan dengan banyaknya penduduk yang kehilangan mata pencaharian sehingga tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan dasar atau dapat dikatakan banyak yang jatuh miskin.
Garis kemiskinan Maret 2020 tercatat Rp454.652,-/kapita/bulan dengan komposisi garis kemiskinan makanan Rp335.793,- (73,86 persen) dan garis kemiskinan bukan makanan Rp118.859,- (26,14 persen). “Menggunakan batas garis kemiskinan Rp. 454.652/kapita/bulan pengeluaran adalah nilainya yang sangat kecil bahkan didominasi untuk kebutuhan makanan saja, belum sepenuhnya mempertimbangkan kebutuhan dasar manusia seperti pakaian, tempat tinggal, biaya transportasi, kesehatan dan pendidikan,” ungkap dia.
Disamping itu, menurut Bank Dunia (2019) kelompok yang dianggap telah diatas batas garis kemiskinan tetapi belum memiliki keamanan ekonomi masih mencapai sekitar 115 juta (45 persen), yakni mereka yang mempunyai pengeluaran antara Rp 532.000 s/d Rp 1,2 juta (per orang/bulan).
Dibawah aspiring middle class masih ada sekitar 62 juta (25 persen) orang yang dianggap masuk kategori vulnerable, yakni mereka yang mempunyai pengeluaran antara Rp. 354.000 s/d Rp. 532.000 (per orang/bulan). “Jadi, secara keseluruhan berdasarkan studi Bank Dunia, masih ada sekitar 177 juta atau 70 persen orang di Indonesia yang walaupun sudah berada diatas garis kemiskinan tetapi belum benar-benar memiliki keamanan ekonomi. Dan setiap saat bisa kembali berada dibawah garis kemiskinan,” demikian Dr Hj Anis Byarwati. (akhir)