JAKARTA, Beritalima.com– Pemerintahan dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) gagal mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,30 persen seperti yang dijanjikan. Ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,02 perssen.
Demikian salah satu dari tiga catatan serta evaluasi Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI terkait jalannya roda pemerintahan Indonesia sepanjang 2019.
Dalam keterangan tertulis anggota Komisi I DPR RI tersebut terkait kilas balik 2019, Jazuli memberikan catatan dan evaluasi. Tiga hal yang menjadi sorotan Jazuli adalah ekonomi, politik dan hukum.
Dalam Bidang ekonomi dan Kesejahteraan rakyat, wakil rakyat dari Dapil Provinsi Banten tersebut melihat, pertumbuhan ekonomi secara umum melambat dan defisit neraca perdagangan masih saja terjadi.
Pada kuartal III, pertumbuhan ekonomi nasional secara tahunan hanya 5,02 persen Year Over Year (YOY). Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi lebih banyak ditopang konsumsi rumah tangga. Sedangkan kinerja ekspor masih jauh dari harapan alias belum bisa diandalkan.
Target pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2019 tercatat 5,30 persen dan Outlook APBN 5,20 persen. Terbukti tidak tercapai hingga akhir 2019. “Pemerintahan Jokowi tidak berhasil mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang sudah ditargetkan baik dalam RPJMN 2015-2019 maupun APBN 2019” tegas Jazuli.
Ditambahkan, yang juga menjadi catatan penting dan mengagetkan banyak pihak dipenghujung 2019 ini adalah munculnya mega skandal Jiwasraya dengan gagal membayar polis nasabah hingga Rp 12.4 Triliun. Hal tesebut menurut Jazuli merupakan Pekerjaan Rumah (PR) yang harus segera dituntaskan 2020.
Pada bidang kesejahteraan rakyat, rendahnya angka inflasi (3 persen-red) justru menunjukkan daya beli masyarakat terus mengalami tekanan, sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat tidak banyak mengalami perubahan.
Ekonomi nasional masih tertolong dengan tumbuhnya sektor informal di tengah-tengah masyarakat. Program iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan yang direncanakan naik 100 persen dan tarif tol mulai Januari 2020 akan menambah beban rakyat dan menjadi kado tahun baru yang pahit bagi masyarakat.
Polarisasi dan segregasi politik di antara masyarakat masih sangat tajam. Hal ini karena adanya sikap pendikotomian yang terus dipelihara karena ada beda pandangan dan sikap. Yang secara teknis sering disimplifikasi menjadi sikap toleran dan radikal, apalagi jika pandangan tersebut beda haluan dengan Pemerintah.
“Kedepan kita perlu menjaga stabilitas politik, diantaranya pihak eksekutif jangan banyak mengeluarkan statement atau komentar yang menyulut emosi serta menimbulkan kegaduhan publik” jelas Jazuli.
Sementara itu, dalam bidang penegakan hukum masih jauh dari rasa keadilan. Jazuli memberikan contoh peristiwa demonstrasi pasca Pilpres 2019 yang berujung pada penangkapan, penahanan sewenang-sewenang dan jatuhnya korban jiwa.
Bahkan, beberapa ulama dan tokoh agama ada yang dipersekusi dan dikriminalisasi dalam menyampaikan ceramah dan ajaran agama.
“Tahun 2020 adalah awal kita membuka lembaran baru, perlu keseriusan bersama menghadirkan iklim demokrasi yang mampu sehat, kompetitif dan membuahkan kesejahteraan rakyat,” demikian Jazuli Juwaini. (akhir)