Catatan Konflik Surat ijo Surabaya “Solusi Tanpa Solusi”

  • Whatsapp

Oleh M.Mufti Mubarok
Direktur Pusat Kajian & Advokasi Tanah (PUKAT)

Perjuangan panjang hampir 50 tahun warga pemegang surat ijo Surabaya, hampir 48 rb persil/bidang dan 500.000 jiwa bergantung pada surat ijo ini mendapat angin seger dari Pemkot Surabaya. Setelah kamis 9 Mei 2019 kemarin di terima oleh pejabat pemkot. Namun ada beberapa catatan yang belum ada solusi;
Pertama, audiensi tanpa Walikota tak ada gunanya kemarin tidak di hadiri oleh Bu Risma, walikota. Pak Wismu, wawali serta pak Hendro, sekkota. Ada apa?
Sebuah pertanyaan yang jawabannya bisa di tebak, mereka takut di tagih janji oleh warga pejuang hapus surat ijo. 3 kali Bu Risma mengatakan akan menyelesaikan soal pembebasan surat ijo. Namun yang hadir saat itu cuma asisten asisten dan kepala dinas pertanahan

. Asiten dan kadis yang terkenal dengan sebutan duo Yayuk. Jadi pertemuan kemarin hanya angin lalu
Para pejabat pemkot jutru menghadirkan Polda, kejaksaan dan pakar hukum dari Unair yang pro pemkot semua. Mereka tampaknya sepakat unt satu komando . Bahwa soal pelepasan surat ijo harus di tempuh dengan jalur hukum formal. Jadi apa arti pertemuan kemarin?

Pertemuan kemarin hanya unt meredam warga yang sudah panas. Karena banyaknya spanduk, talk show dan aksi aksi warga. Mestinya pihak pemkot yang banyak bicara mencari solusi bukan menjadi moderator. Karena tradisi di pemkot bu Risma adalah otoriter.

Kedua, Retorika Hukum kuno perdebatan soal surat ijo ini membuat pesimis para warga karena hanya retorika hukum kuno yang di sampaikan. Para pendukung pemkot hanya beralasan semua produk Pemkot baik simbada dan perda yang berdampak pada besarnya retribusi yang berlapis lapis harus di taati oleh warga dan warga tidak bisa berbuat apa apa karena di tekan penguasa.

Ketiga. Warga adalah subyek bukan obyek.
Warga surat ijo adalah subyek dan obyek dari penyelesaian . Bu Risma terpilih karena warga surabaya pemlilih bu Risma tapi di penghujung masa jabatan yang sudah mau 10 tahun surat ijo hanya menjadi janji manis. Kalau mau menyelesaikan sebenarnya gampang, wong menutup gang dolly aja cepat, menyelesaikan amblesnya jalan aja hitungan minggu. Lalu kenapa saat di tagih surat ijo. Sudah 10 tahun ngak ada solusi. Bu wali selalu alasan payung hukum, padahal payung hukum bisa diproses cepat kalau ada kemauan. Soal revisi perda hitungan bulan bisa selesai. Soal HPL hitungan bulan kalau mau bisa diselesaikan . Apa yang sulit bagi walikota.

Keempat menarik ke ranah Hukum bukan solusi proses hukum sudah dilakukan warga, mulai dari Presiden, Menteri ATR/BPN, gubernur, DPR sampai peradilan sudah di tempuh dan mereka sebenarnya sepakat unt menghapus surat ijo. Namun ego walikota tampaknya masih ngandoli, padahal jika mengacu pada UUPA ini bukanlah hak pemkot.

Kelima, Solusi ada tapi dibikin sulit
Mekanisme revisi Perda tentang ganti rugi yang dibikin oleh pemkot sangat sangat memberatkan warga. Karena mau melapas tapi harus dengan aprraisal, artinya perda ini justru bukan solusi tapi malah menjadi masalah besar. Di kota kota lain sperti di DKi di bebaskan tanpai pungutan apa pun. Di Batam, Bandung, Medan dll hanya rata rata 10 persen dari NJOP. Jadi sangat tidak adil Pemkot Surabaya.mestinya pemkot studi banding dan malu dengan kota- kota lain.

Kalau Bu Risma masih terus sembunyi apalagi selalu mengeles dan tidak mau mencari solusi yang pasti,
Kepercayaan warga akan luntur. Dan akibatnya Surabaya akan panas kembali. Kasihan bu Risma di sisa masa kepemimpinannya nanti tidak khusnul khotimah karena banyak warga yang tersakiti oleh bu Risma. Kasus pejabat negara setingkat walikota, bupati di jawa timur banyak yang masuk penjara gara gara warga dan lawan politiknya mencari kesalahan pejabatnya

Solusinya
1. BPN sebagai lembaga yang mengeluarkan produk HPL unt pemkot harus menggunakan hak Aseminasi unt menata ulang dan BPN bisa menghapus HPL
2. Pemkot merevisi perda tentang pembebasan surat ijo
3. Pemkot membuat legal opini ke pengadilan
4. Pembebasan ganti rugi yang adil dan tidak memberatkan warga

M.Mufti Mubarok
Surabaya, 10 Mei 2019

beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *