MADIUN, beritalima.com- Hati-hati memberikan jasa pengurusan sertifikasi tanah. Salah-salah bisa berurusan dengan petugas. Apalagi, bakal ada satuan tugas (satgas) anti mafia tanah di Kota Madiun, Jawa Timur, dalam waktu dekat. Polisi Madiun Kota bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat sepakat membentuk satgas anti mafia tanah.
‘’Satgas ini nantinya untuk memberantas praktik mafia tanah. Baik itu calo atau kelompok masyarakat yang mempersulit atau memperlambat dan berupaya mengambil keuntungan dari proses sertifikasi tanah,’’ kata Kapolres Madiun Kota, AKPB Sonny Mahar Budi, selepas penandatangan MoU pemberantasan mafia tanah di Polres Madiun Kota, Selasa 7 November 2017.
Keberadaan mafia atau calo tanah, kata dia, terindikasi bisa memperlambat proses sertifikasi. Itu mengemuka dari hasil investigasi bersama petugas BPN setempat. Jalan kepengurusan sertifikat tanah sejatinya mudah. Pun, gratis. Sebab, sudah menjadi atensi Presiden Joko Widodo. Namun, keberadaan calo dinilai malah mempersulit dan memperlambat. Parahnya, jasa calo tanah mematok sejumlah harga tertentu. Akibatnya, proses lebih panjang dan mahal.
‘’Ini tidak sejalan dengan instruksi pimpinan agar dipercepat. Makanya, perlu ada langkah pemberantasan mafia tanah,’’ tegasnya.
Sonny menyebut masyarakat atau kelompok yang memiliki keahlian dalam urusan tanah dan berupaya menguasai tanah bukan miliknya juga termasuk sasaran satgas. Sebab, tidak menutup kemungkinan keahlian mereka dalam urusan tanah dijadikan modus untuk mengambil keuntungan. Ini, lanjutnya, bisa diproses lebih lanjut. Salah satunya, pasal penipuan.
‘’Satgas ini induknya di Polres, tetapi juga akan melibatkan personel di polsek-polsek,’’ ungkapnya sembari menyebut anggota satgas juga berasal dari petugas BPN.
Satgas, lanjutnya, bakal segera dibentuk setelah penandatangan kesepakatan. Sebab, masih ada sekitar 30 persen tanah di Kota Madiun yang belum tersertifikat. Sonny menyebut proses sertifikasi tanah di Kota Madiun tidak terlalu rumit seperti wilayah kabupaten. Sebab, luasan tanah di wilayah kabupaten cukup luas. Sebaliknya, bukti luasan dan kepemilikan tanah minim. Biasanya hanya berupa petok dan dipunyai secara lisan. Tak heran, potensi sengketa cukup besar. (madiuntoday)