SURABAYA, beritalima.com | BKKBN Jawa Timur dan DPR RI beberapa waktu lalu telah mensosialisasikan program pencegahan stunting di Kelurahan Airlangga, Gubeng, Surabaya.
Acara Bincang Sore dengan tema “Promosi Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting Kepada Masyarakat di Wilayah Khusus Tahun 2022” itu menghadirkan Anggota Komisi IX DPR RI Lucy Kurniasari sebagai narasumber.
Selain Lucy, narasumber lainnya Koordinator Bidang Advokasi Penggerakan dan Informasi (Adpin) BKKBN Jawa Timur Dra Sofia Hanik MM, dan Kepala Sub Koordinator Dalduk dan KS OPD KB Kota Surabaya Wiwin Wahyuningsih.
Lucy menyampaikan, untuk menghindari stunting harus dilakukan dari hulu, mulai dari remaja, calon pengantin, dan ibu hamil. Selain itu, pernikahan harus direncanakan dengan matang, dan dihimbau dilakukan pada usia ideal 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.
“Sebelum pernikahan sebaiknya mempersiapkan diri termasuk dalam hal kesehatan. Tiga bulan sebelum menikah, calon pengantin diharapkan periksa kesehatan agar jika terjadi hal yang berpotensi mengganggu kehamilan misalnya anemia maka masih bisa di koreksi sebelum akhirnya hamil,” tuturnya.
Sedangkan Dra Sofia Hanik mengatakan, saat ini berdasarkan SSGI tahun 2021 prevelansi stunting Jatim adalah 23,5%. Walaupun telah berada di bawah rata-rata nasional, namun angka ini masih melebihi angka aman yang ditetapkan WHO, yaitu di bawah 20%.
“Permasalahan stunting ini menjadi persoalan bersama. Di Indonesia, dari empat bayi di bawah usia lima tahun atau balita yang lahir, ternyata ada satu balita dalam kondisi stunting,” kata Sofia di acara pada Jumat (11/11/2022) lalu.
Padahal, Sofia menambahkan, jika bisa menekan pertumbuhan penduduk, maka diharapkan kualitas SDM lebih baik, apalagi Indonesia punya cita-cita memiliki Generasi Emas Tahun 2045.
Lebih lanjut Sofia mengatakan, berbagai upaya dilakukan BKKBN Jatim dalam upaya penurunan stunting melalui berbagai kegiatan dengan pendekatan siklus hidup, mulai dari remaja, calon pengantin, ibu hamil, keluarga baduta, keluarga balita.
“Pendampingan keluarga beresiko stunting oleh Tim Pendamping Keluarga terus dilakukan di Jawa Timur untuk mencegah jangan sampai ada anak yang dilahirkan dalam kondisi stunting,” terang Sofia.
Dituturkan, persiapan pernikahan bukan hanya dilakukan calon ibu saja, tapi juga harus dilakukan oleh calon ayah atau calon pengantin pria. Prekonsepsi atau persiapan yang matang sebelum ibu hamil dari sisi calon ibu dan calon ayah jauh lebih penting dari pada prewedding yang kadang menghabiskan banyak biaya.
Prekonsepsi tidak memerlukan biaya, cukup memeriksakan kesehatan sebelum menikah dan bisa juga melalui aplikasi Elsimil (elektronik siap nikah dan hamil),” ujarnya.
Sementara itu Wiwin Wahyuningsih menyampaikan, terjadinya pernikahan dini akibat KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan) pada remaja sangat mengancam generasi penerus. Hal ini sangat berpotensi menyebabkan anak yang dilahirkan dalam kondisi stunting.
Selain itu, pernikahan dini juga rentan resiko kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), masalah sosial, masalah ekonomi dan yang lain, karena memang sebenarnya belum siap untuk menikah dalam segala hal.
“Jadi, sebaiknya pernikahan memang direncanakan dengan baik dan matang. Mempersiapkan pernikahan dengan baik ini memerlukan peran berbagai pihak, selain remaja dan orang tua remaja, peran tokoh masyarakat dan tokoh agama sangat diperlukan,” tutup Wiwin. (Gan)
Teks Foto: Anggota Komisi IX DPR Lucy Kurniasari dan Sofia Hanik serta Wiwin Wahyuningsih saat Bincang Sore di Gubeng, Surabaya.