Dalam Rangka HUT RI, Pemkot Madiun Gelar Wayang Kulit

  • Whatsapp

MADIUN, beritalima.com- Dalam rangka memperingati HUT RI Ke-72, Pemerintah Kota Madiun, Jawa Timur, menggelar acara wayang kulit semalam suntuk dengan lakon “Semar Mbangun Kahyangan” di Alon-Alon Kota Madiun, Jumat 18 Agustus 2017, malam.

Pagelaran wayang kulit ini diawali dengan penyerahan tokoh wayang purwa, yakni Semar, oleh Wakil Walikota Madiun, kepada dalang Ki Anom Suroto, dari Surakarta.

Dalam sambutannya, Wakil Walikota Madiun, H. Sugeng Rismiyanto, mengatakan, agar masyarakat tidak hanya melihat wayang dari segi tontonan. Tapi juga dari segi tuntutan.

“Melihat wayang kulit jangan hanya dari segi tontonan, tapi juga dari segi tuntunan,” kata H. Sugeng Rismiyanto, dalam sambutannya.

Sebelum Ki Anom Suroto dan putranya Ki Bayu Aji Pamungkas tampil, pagelaran jejer/pembukaan jalannya cerita, dimainkan oleh dalang asal Madiun, Ki Adit Aditya Kresna.

Lakon Semar Mbangun Kahyangan, mempunyai makna filosofi yang tinggi. Karena dalam cerita tersebut, Semar bermaksud untuk membangun jiwa dari para pemimpinnya. Karena keberadaan Semar saat itu hanya sebagai abdi, maksud baik Semar justru dipertanyakan. Bahkan Prabu Kresna sendiri berkoalisi dengan para dewa untuk menggagalkan rencana Semar.

Mau tidak mau para Pandawa mengikuti keinginan Prabu Kresna. Apalagi para Kurawa. Hanya Sadewa yang berani menentang Prabu Kresna dan saudara-saudaranya. Sadewa lebih memilih bersama Semar demi tegaknya kebenaran.

Simbolik cerita wayang yang diambil dari Epos Mahabarata ini, digambarkan dengan tiga pusaka. Yakni Jamus Kalimasada, Tumbak Kalawelang dan Payung Tunggulnaga. Disini Semar bermadsud memijam ketiga pusaka itu untuk membangun Kahyangan. Inilah awal dari pertentangan yang dihadapi Semar.

Namun Semar tetap melanjutkan tekadnya, meskipun tidak direstui oleh para penguasa dan pemimpinnya. Dengan segala kemampuan yang dimilikinya dan tekad yang bulat akhirnya semar berhasil dalam menjalankan tapanya. Jamus Kalimasada adalah pusaka andalan Kerajaan Amarta yang merupakan kerajaannya para Pandawa. Sedangkan Tumbak Kalawelang, adalah simbol dari ketajaman budi.

Ketiga, adalah pusaka Payung Tunggulnaga. Payung adalah pengayoman. Pengayoman dari para penguasa. Kalau para penguasa dan pejabat sudah tidak bisa mengayomi rakyat, apalah jadinya negara ini. Tunggul bermakna meliputi di atasnya atau menaungi. Sedangkan Naga adalah gambaran sebuah ular raksasa yang sangat besar. Namun makna sebenarnya adalah kekuatan dari naga itu sendiri. Tidak lain adalah people power.

Sebenarnya, kisah Semar Mbangun Kahyangan, adalah sebuah bentuk edukasi moral yang merupakan sindiran bagi para penguasa. Begitulah pujangga pada jaman dulu. Tidak berani mengkritisi para penguasa secara terang-terangan. Namun secara terselubung membuat suatu lakon atau cerita yang sebenarnya sangat tepat jika disebut sebagai nasehat.

Rakyat jelata adalah sentral dari lakon Semar Mbangun Kahyangan. Petruk diutus Semar untuk meminjam ketiga pusaka kerajaan. Namun di Sitihinggil Kraton Amarta bertemu dengan Prabu Kresna. Setelah mengutarakan maksudnya, Petruk malah dicaci-maki oleh Prabu Kresna karena dianggap tidak tahu diri.

Melihat kondisi seperti itu, Sadewa sangat prihatin. Kemudian ia pergi meninggalkan kedaton, mengikuti Petruk untuk bertemu dengan Semar.

Sementara para Pandawa, hanya bisa mengiyakan pendapat Prabu Kresna. Mengetahui hal tersebut, Semar bukannya marah, tapi justru menangis tersedu. Hatinya trenyuh melihat para penguasa yang tidak punya pendirian. Tangisan Semar rupanya didengar oleh ketiga pusaka yang ia kehendaki dalam mendampingi tapanya. Ketiga pusaka itu datang menghampiri Semar ke Karangkadempel dimana Semar tinggal.

Mengetahui ketiga pusaka andalan itu murca, para Pandawa kebingungan. Prabu Kresna lalu menghadap Bathara Guru. Mereka berdua bersekongkol untuk menghalangi dan menggagalkan usaha Semar untuk Mbangun Kahyangan. Disinilah eksistensi spiritual Semar diuji. Jatidiri seorang Semar sebenarnya, kemudian muncul. Bahkan kekuatan dan kesaktian Bathara Guru pun tidak ada artinya sama sekali. Padahal Bathara Guru adalah dewa paling berkuasa di Kahyangan.

Niat tulus, jiwa yang ikhlas, serta semangat dan tekad yang bulat dari Semar ternyata membuahkan hasil. Setelah mengetahui niat Semar yang sebenarnya, para Pandawa kembali bersatu. Kemudian Prabu Kresna meminta maaf kepada Semar.

Selain Wakil Walikota Madiun, hadir dalam acara ini yakni Bupati Madiun H. Muhtarom, Wakil Bupati Madiun H. Iswanto, Sekda Kota Madiun H. Maidi, Sekda Kabupaten Madiun Tontro Pahlawanto, kepala OPD jajaran Pemkot Madiun dan undangannya lainnya.

Yang menarik, adalah kehadiran mantan Walikota Madiun, Kokok Raya. Pasalnya, selama H. Bambang Irianto menjadi Walikota, Kokok Raya tidak pernah menghadiri acara yang digelar Pemkot Madiun. (Dibyo).

Foto: Dibyo/beritalima.com

beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *