JAKARTA, beritalima.com – Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, digelar Majalah Tropis, dengan mengadakan seminar, dikupas tuntas oleh beberapa nara sumber terkait baik langsung dari pejabat terkait Raffles B Panjaitan, Direktiur Pengendalian Karhutla KLHK maupun dari Pengamat Kehutanan Petrus Gunarso dan didukung oleh nara sumber lain seperti dari akademisi Prof. Dr. Dodik Ridho Nurrachmad, Wakil Rektor IPB dan dari civil society Joko Supriyono Ketua Umum GAPKI.
Acara yang dimoderatori Dr. Sadino, seorang advokat dan dibuka oleh Pimred Majalah Tropis, Usman Asdeka mewakili Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono. Namun meskipun tidak dihadiri oleh Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) Letnan Jenderal Doni Monardo, seminar tetap berjalan.
Diterangkan Sadino bahwankenakaran hutan terdiri dari tiga dugaan, diantaranya muncul sendiri akibat gesekan ranting pohon dalam suasana musim panas ekstrim hingga hutannya terbakar sendiri, atau karena ulah manusia membakar hutan dan lahan untuk areal perkebunan sawit dan lainnya, atau memang karena dari faktor ketidak sengajaan lantaran warga desa yang tinggal di kawasan hutan membuang puntung rokok yang masih menyalah api rokokhya.
Sementara dijelaskan Raffles B Panjaitan terhadap kebakaran hutan dan lahan di tujuh provinsi, yang terdiri dari Provinsi Aceh, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng, Kalsel, dan Kaltim dari bulan Januari – September 2019, seluas 857.756 ha huuan dan lahan. Raffles pun menjelaskan dalam pengendalian hutan, ada paradigma baru dibanding sebelumnya hanya mengandalkan pemadaman api dari tahun ke tahun namun tidak kuncung selesai.
“Dalam Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Dalkarhutla) ada tiga aksi pencegahan, yakni adanya perubahan paradigma, pelibatan masyarakat, pemadaman kebakaran,” pungkas Raffles, Selasa (12/11/2019) di Ruang Sonokeling, Kompleks Manggala Wanabakti, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta.
Sementara ditegaskan Supriyono Ketua Umum GAPKI, kebakaran hutan menurutnya jangan hanya identik terhadap kelala sawit, dimana setelah kebakaran hutan pastinya akan ditanami pohon sawit, namun dalam pengendalian kebakran hutan dan lahan dapat dilihay dari cluster karena di tiap – tiap cluster sesuai dengan kuas wilayah dapat dilihat ada beberapa konsorsium.
“Kalau memang mao mengendalikan titik api di hutan dan lahan, karena di tiap cluster ada penduduk masyarakat desa yang tinggal di kawasan hutan,” tandasnya.
Petrus Gunarsa pun menegaskan bahwa kebakaran hutan dan lahan harus merubah konsep yang harus dibangun karena dalam Dalkarhutla dibiayai oleh negara dan bisa menggunakan drone. Karena kebakaran hutan dan lahan 90% akibat ulah manusia, namun dalam pengendalian kebakaran hutan daratan berbasis masyarakat, perlu pemahaman yang holistik, siapa custodiannya (penanggung jawabnya), siapa pengelolanya dan siapa yang ada di lapangan. ddm