JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), drh Slamet mengatakan, minimnya logistik pangan menjadi penyebab utama rendahnya daya saing produk pertanian Indonesia di pasar internasional.
Sebab itu, kata wakil rakyat dari Dapil IV Provinsi Jawa Barat (Kabupaten dan Kota Sukabumi-red) mengungkapkan, persolan logistik pangan harus menjadi perhatian serius pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) ke depan. Soalnya, biaya logistik pangan ini mahal dan sulit terjangkau para petani Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) biaya logistik Indonesia masih mencapai 20-24 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Dengan biaya logistik yang demikian besar menyebabkan bertambah komponen biaya yang ditanggung produsen sehingga harga komoditas pertanian menjadi lebih mahal ketika sampai ke pasaran.
“Ini yang menyebabkan harga buah-buahan dan komoditas pertanian lainnya terkadang lebih mahal dari komoditas pertanian impor,” tegas drh. Slamet di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (14/7)
.
Politisi senior tersebut mengutip beberapa pemaparan ahli ketika Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panitia Kerja (Panja) Hortikultura di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta beberapa waktu lalu. Mereka menuturkan, di Indonesia tingkat kehilangan produk holtikultura mencapai 40-60 persen sebagai akibat buruknya penanganan pascapanen dan juga sarana dan prasarana logistik pangan.
Dari segi kebijakan, kata Slamet, hampir dua periode pemerintahan Presiden Jokowi, bekas Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta ini hanya fokus pada pengembangan infrastruktur orang dengan membangun jalan tol, sedangkan perhatian terhadap infrastruktur logistik pangan sangat minim.
Padahal dengan infrastruktur logistik yang baik akan sangat membantu pengembangan ekonomi masyarakat melalui konektivitas antara sentra produsen komoditas pertanian dengan pasar. “Selama ini begitu banyak komoditas pertanian yang dihasilkan tidak mendapatkan akses pasar yang baik akibat buruknya kinerja logistik pangan,” jelas Slamet.
Karena itu, Slamet mendorong pemerintah untuk serius mengelola sektor pertanian. Pasalnya, peran sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi nasional menempati posisi yang sangat strategis. Kontribusi sektor pertanian dalam PDB nasional selalu menempati posisi 3 besar bersama sektor industri dan perdagangan.
Selain itu, pertanian merupakan sektor yang mengalami surplus di saat sektor lain mengalami defisit akibat perekonomian yang ambruk sebagai dampak pandemi virus Corona (Covid-19). Data BPS 2020 mengungkapkan sektor pertanian menyumbang 14,2 persen terhadap struktur PDB nasional dengan nilai Rp2.115 triliun atau berada di urutan kedua setelah industri pengolahan (20,6 persen senilai Rp3.086 triliun).
“Pada tahun ini juga sektor pertanian tercatat menjadi satu-satunya lapangan usaha yang tumbuh positif saat PDB nasional terkontraksi 2,07 persen sebagai dampak dari virus yang awalnya berkembang di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Desember 2019 tersebut,” demikian drh Slamet. (akhir)