beritalima.com – Bentang alam Indonesia yang sangat indah sering diilustrasikan bak sepotong surga yang jatuh ke dunia. Inilah kelebihan zamrud khatulistiwa yang tidak dimiliki oleh semua negara, bahkan tidak sedikit warga negara lain yang iri dengan keindahan alam Indonesia tercinta.
Di saat sektor migas dan pajak sudah merasa berat untuk memberikan kontribusi pendapatan negara, begitupun dengan defisitnya neraca perdagangan nasional, maka mengembangkan pendapatan dari sektor parawisata adalah sebuah pilihan strategis yang harus dilakukan. Ini bukan soal pilihan lagi, malah sebuah potensi pendapatan yang bisa diandalkan.
Barangkali masih ada sebagian masyarakat yang sering membanggakan potensi parawisata luar negeri karena kurang khazanah pembanding tentang cantiknya Indonesia. Kadangkala kita sibuk meributkan nomenklatur yang tidak begitu penting, soal penggunaan istilah “turis domestik dan turis asing” dengan istilah “turis nusantara dan turis mancanegara”. Dua kosa kata yang berbeda tetapi memiliki maksud dan makna yang sama.
Kini masyarakat dan seluruh elemen bangsa harus disadarkan akan penting dan strategisnya mengembangkan potensi parawisata nasional yang sungguh luar biasa, lalu diterjemahkan secara detail dalam pengembangan potensi parawisata daerah. Silakan gali dan eksplor semua potensi itu, karena setiap daerah dan wilayah memiliki potensi yang sangat variatif dan memiliki ke-khas-an tersendiri.
Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dan dari Tidore sampai Rote ini semuanya memiliki keunggulan dan kelebihannya masing – masing. Jumlah pulaunya pun tidak tanggung – tanggung, ada belasan ribu yang semuanya cantik – cantik. Inilah anugerah Tuhan yang belum tergali secara maksimal. Secara bisnis peluang market-nya pun luar biasa. Tinggal dipoles oleh kemampuan untuk mengemas dan menjualnya agar mampu menghasilkan devisa bagi negara, serta pendapatan dan kesejahteraan buat masyarakat.
Termasuk peluang mutiara dengan konsep ”Parawisata Halal” saat ini, karena secara objektif peluangnya memang sangat besar. Penggunaan istilah inipun bagian dari kemahiran dalam mengemas “barang jualan”. Meskipun istilah ini tidak selalu berhubungan dengan syariat Islam, tapi walau bagaimanapun nuansa kemasan dengan indikator – indikatornya harus merujuk pada ketentuan Islam. Satu hal yang perlu diingat bahwa potensi wisatawan muslim telah berkembang menjadi salah satu pangsa pasar dengan pertumbuhan paling cepat dalam industri pariwisata global. Contohnya pada tahun 2015 saja diperkirakan ada 117 juta wisatawan muslim yang melakukan perjalanan internasional. Angka ini diperkirakan akan terus berkembang hingga mencapai 168 juta orang pada tahun 2020, dengan estimasi total pengeluaran mencapai USD 200 Miliar. Dalam kontek ini, apakah Indonesia akan menjadi penonton atau pelaku utama untuk menarik peluang. Semua tentu tergantung pada masyarakat itu sendiri yang harus dimotori oleh Pemerintah cq Kementerian Parawisata dan Dinas Parawisata di daerah.
Jika berbicara masalah prospek Pangsa Pasar Wisatawan Muslim yang akan terus meningkat tersebut, tentu berlandaskan pada fakta – fakta seperti (1) Meningkatnya populasi muslim dunia, (2) Kalangan muslim dengan tingkat ekonomi menengah semakin banyak, (3) Meningkatnya akses pada informasi perjalanan wisata, (4) Meningkatnya jumlah penyedia jasa perjalanan dan destinasi yang ramah muslim (muslim-friendly).
Adapun hal – hal yang perlu diperhatikan dalam konteks pengembangan Parawisata Halal ini adalah dengan memperhatikan apa – apa yang kira – kira dibutuhkan oleh pasar (market need), seperti (1) Tersedianya Makanan dan Minuman yang Halal, (2) Tersedianya Masjid / Fasilitas Sholat, (3) Air bersih di toilet – toilet umum, (4) Pelayanan khusus saat bulan Ramadhan, (5) Privasi untuk pria dan wanita, dan lain – lain.
Jadi ketika berbicara hotel, losmen atau tempat penginapan harus mencerminkan nuansa Islami seperti di kamar hotel ada petunjuk arah Qiblat, tersedia alat sholat seperti sajadah, ada kitab suci, tidak ada makanan/ minuman yang tidak halal menurut syariat Islam, dan lain – lain. Berbicara soal lokasi wisata, maka harus memperhatikan kebersihan, keindahan dan keramahan termasuk bila ada pentas budaya harus memperhatikan kaidah Islam, misalnya soal pakaian dan lain – lain.
Jadi jangan ragu dan jangan menunda untuk mengembangkan parawisata halal ini. Jangan menunggu esok atau lusa, tapi mari kita bersiap dan berbenah diri saat ini juga. Kemas seluruh potensinya semenarik mungkin, persiapkan lingkungan yng bersih dan keramahan masyarakatnya, lalu agresif mengemas startegi pemasarannya. Kolektifitas, kohesifitas dan agresifitas dalam mengembangkan parawisata halal, diyakini dapat meningkatkan masyarakat Indonesia secara merata. (rr)