KUPANG, beritalima.com – Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Nusa Tenggara Timur mengakui bahwa para penenun di desa – desa mengalami kendala.
Dimana kendala kendala dialami, yaitu mereka kekuarangan modal untuk membeli benang dan alatnya, dan pangsa pasar.
Untuk mengatasi kendala tersebut, pihaknya bersama dengan Dekranasda kabupaten/kota se-Nusa Tenggara Timur menyepakati untuk mendirikan desa model di setiap kabupaten.
“ Setiap kabupaten ada satu desa model. Dimana desa model itu ada penenun, dan mereka akan diberikan benang secara gratis oleh Dekranasda NTT. Benang yang diberikan itu bukan benang biasa, tetapi benang standar yang tidak luntur,” kata Julie Sutrisno Laiskodat saat menjadi narasumber dalam pertemuan Bakohumas di John’s Hotel Kupang, Jumat (13/9).
Dalam pertemuan Bakohumas yang dipandu Kepala Biro Humas dan Protokol Setda NTT, Dr. Marius A. Jelamu tersebut, mengangkat tema : “ Peran Humas Pemerintah Provinsi NTT, dalam rangka promosi Pengembangan dan Pelestarian Tenun Ikat Nusa Tenggara Timur.”
Julie Sutrisno, berharap motif tenun ikat NTT tidak boleh dirubah karena itu menjadi nilai cerita, tetapi warnanya disesuaikan dengan pangsa pasar.
“ Misalnya, Amerika dan Eropa mereka suka warna alam. Oleh karena itu, benang yang kita berikan adalah benang yang harus warna alam. Kenapa? Karena pasar – pasar dunia itu meminta warna berbeda – beda,” kata Julie.
Kemudian masalah kedua adalah pangsa pasar. Karena itu, pihaknya selaku Ketua Dekranasda NTT menghimbau para pejabat/ASN lingkup Pemprov NTT untuk membeli tenun ikat NTT.
Setelah Dekranasda memberikan bantuan benang, peralatan dan mencarikan pangsa pasar, kata Julie, pihaknya meminta para penenun harus menjaga kualitas tenunannya.
Karena tantangan yang dihadapi para penenun sekarang adalah motif NTT sudah sangat merajalela untuk diprinting.
“ Printing mematikan penenun di desa – desa, maka pemerintah berkolaborasi dengan dinas terkait untuk mengurus hak hak cipta dan IG,” kata dia menambahkan.
Kepala Biro Humas dan Protokol Setda NTT, Marius Jelamu selaku moderator menambahkan, pertemuan kali ini menghadirikan Julie Sutrisno sebagai narasumber, karena jauh sebelum gubernur dan wakil gubernur NTT dilantik, Julie Sutrisno sebagai marketer dan promotor tenun ikat NTT ke berbagai penjuru dunia.
“ Di NTT begitu banyak produk ekonomi lokal, semua daerah memilikinya. Karena itu, ide Julie Sutrisno mewajibkan semua ASN lingkup pemerintah provinsi NTT untuk memakai tenun ikat dua kali seminggu,” ujar Jelamu.
“ Dengan memakai pakaian tenun NTT, mau mengatakan bahwa karya intelektual para nenek moyang kita begitu luar biasa. Kita melihat motif – motof di NTT begitu kaya beragam. Dan, itu ekpresi filosofi, filsafat dan budaya masyarakat NTT,” kata dia menambahkan. (L. Ng. Mbuhang)