Jakarta —Anggota DPR Fraksi Demokrat Herman Khaeron menilai hoaks menjelang Pemilu 2024 muncul karena adanya ketidakadilan dalam penegakan hukum. Aparat dianggap kerap kali mengabaikan beberapa kasus karena kepentingan tertentu.
“Pertama dalam pandangan saya hoaks itu muncul akibat ketidakadilan penegakan hukum, kadang ada yang ditindak tapi ada yang dibiarkan, itulah akibatnya memunculkan niat lagi untuk membalas dengan berita-berita yang tentu sebanding dengan apa yang dilakukan akibat tidak adilnya penegakan hukum,” kata Khaeron dalam diskusi Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI bertajuk ‘Antisipasi Hoaks Jelang Pemilu 2024’ di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (27/7).
Khaeron mencontohkan polarisasi pada Pemilu 2019 yang melahirkan istilah cebong-kampret. Padahal, kata dia, tak ada esensi yang bisa ditangkap dari peristiwa pesta demokrasi 2019 tersebut.
Untuk itu, dia mengatakan penegakan hukum terhadap pelaku hoaks penting demi membuat efek jera. Di sisi lain, Khaeron menyambut baik kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dalam meminimalkan penyebaran hoaks.
“Karena pada setiap kali ada persoalan kemudian memunculkan ini adalah hoaks, itu jelas itu, setiap ada informasi yang tidak benar kemudian diseleksi dan kemudian kalau hoaks langsung diterbitkan ini adalah berita hoaks,” kata dia.
Khaeron juga memberikan apresiasi kesigapan kepolisian sekarang dalam menerima laporan terkait berita hoaks. Namun, dia meminta Polri bisa lebih tegaa terhadap pelaku hoaks.
“Bahwa siapapun yang menggunakan media sosial media publik yang ini kemudian jauh dari kebenaran bahkan relatif penuh fitnah, bahkan yang lebih mengkhawatirkan atau lebih memiliki dampak yang lebih luas, yaitu memecah belah kerukunan, memecah belah persatuan, ini yang sesungguhnya menurut saya harus mendapatkan tindakan yang tegas,” kata dia.
Terakhir, Khaeron juga meminta semua pihak terkait menertibkan buzzer. Penertiban penting mengingat dampak dari buzzer cukup merusak.
“Kalau dulu mungkin buzzer masih individualistik masih kalau dalam usaha itu masih kelompok usaha bersama (KUB), kalau sekarang sudah menjadi perseroan terbatas sudah jadi PT, PT buzzer kalau sekarang, daya rusaknya jauh lebih besar dibandingkan dengan KUB tadi,” kata dia.(ar)