TRENGGALEK, beritalima.com
Adanya temuan dilapangan terkait perangkat desa yang masuk kedalam data penerima bantuan sosial (bansos) telah membikin gerah jajaran DPRD Trenggalek. Sehingga, para wakil rakyat sesegera mungkin mengagendakan pemanggilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk melakukan klarifikasi.
Selain itu, legislator daerah pun meminta kepada Pemerintah kabupaten (Pemkab) untuk secepatnya mengambil langkah dengan memperbaiki data penerima bansos bagi warga miskin dimaksud.
Hal ini sebagaimana disampaikan salah satu Wakil Ketua DPRD Kabupaten Trenggalek, Agus Cahyono kepada beritalima.com di ruang kerjanya, Jumat, (8/5/2020). Menurut dia, banyaknya permasalahan yang muncul pada data penerima bantuan tersebut diindikasikan karena pemerintah pusat maupun daerah tidak melibatkan aparatur desa saat verifikasi.
“Seharusnya, verifikasi data penerima bansos itu merupakan wewenang desa karena disanalah pusat informasi warga. Sehingga, polemik data penerima bantuan bisa diminimalisir,” sebut Agus Cahyono.
Dikatakan Politisi PKS ini, kekisruhan data bantuan sosial berawal dari tidak adanya pelibatan pemerintah desa (pemdes). Karena bagaimanapun itu, yang paling dekat dan lebih memahami kondisi masyarakat di wilayahnya adalah pihak desa. Maka, sudah selayaknya jika pemdes sebagai pelaksana pemerintahan dilevel paling bawah tersebut juga di berikan wewenang.
“Seperti contoh, adanya temuan seorang perangkat Desa yang namanya masuk kedalam data penerima bantuan. Ini kan ironis,” imbuhnya.
Disinggung lebih jauh mengenai kasus tersebut, Agus Cahyono enggan menjawab secara detail, karena dikawatirkan nanti akan menimbulkan dampak kurang baik ditengah masyarakat. Namun begitu dia katakan, jika perangkat desa yang ada dalam daftar penerima bantuan itu sebenarnya bukan atas inisiatifnya sendiri. Semuanya benar-benar murni kesalahan teknis akibat merujuk pada data dari pemerintah pusat.
“Ya setelah diketahui bahwa penerima bantuan adalah perangkat desa maka bansos langsung ditahan dan tidak jadi diberikan kepada yang bersangkutan,” cerita Agus.
Masih menurut legislator dari Dapil I ini, kejadian dimaksud bisa terjadi akibat data yang ada di pusat tidak mengalami ‘up date’. Selain itu, dilapangan juga sempat muncul polemik tentang BLT (bantuan langsung tunai) sebagai kompensasi bagi para perantau yang tidak mudik. Karena pendaftaran BLT perantauan ini melalui online, banyak dari mereka yang tidak bisa mengakses. Dimungkinkan itu karena beberapa faktor, misalnya keterbatasan pengetahuan mengenai teknologi atau memang kemampuan server verifikator yang tidak mumpuni akibat terlalu banyaknya pendaftar.
“Dari banyaknya polemik yang terjadi, kami akan segera agendakan pemanggilan terhadap instansi terkait untuk koordinasi maupun klarifikasi,” tandasnya.(her)