Dewan Minta Pemkab Sumenep Miliki Program Ketahanan Pangan Mandiri Kepulauan

  • Whatsapp
Badrul Aini. Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep

SUMENEP, beritaLima – Kepulauan Kangean dan Sapeken memiliki luas lahan pertanian yang sangat luas. Bahkan lahan persawahan di Pulau Kangean lebih luas dibandingkan daratan.

Sayangnya, dari lahan persawahan seluas 7.000 hektar di wilayah Kangean, yang tergarap hanya 40 sampai 50 persen. Potensi itu tidak tergarap dengan maksimal. Sehingga potensi itu tidak bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Akibat kondisi itulah, masyarakat kepulauan khususnya Sapeken terpaksa harus mamasok beras dari Bali, Banyuwangi dan sebagian dari Sumenep dengan harga yang cukup tinggi.

Kondisi ini menjadi perhatian dan atensi Badrul Aini. Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep ini meminta pemerintah membuat program ketahanan pangan mandiri kepulauan. Agar lahan yang begitu luas bisa tergarap dengan optimal sehingga kebutuhan beras mencukupi.Kebutuhan beras di pulau Sapeken sekitar 450 ton perbulan.

Hal itu diukur dari beras raskin tiap bulan untuk Sapeken yang mencapai 100 ton untuk warga miskin, yang jumlahnya hanya sebagian dari warga Sapeken,kata Badrul Dorongan membuat program ketahanan pangan mandiri kepulauan karena petani dan warga kepulauan, kata Badrul,mengeluh. Sebab, pada saat panen, beras mereka hanya terjual dengan harga Rp600 ribu perkwintal.

Sedangkan pada saat beras dipasok dari luar daerah, mereka harus membeli beras Rp11 sampai 12 ribu perkilo. Jika lahan produktif itu bisa terkelola dengan maksimal,maka warga kepulauan bisa membeli beras di bawah harga beras luar daerah. Misalnya hasil panen Kangean bisa didistribusikan ke Sapeken,terangnya.

Pihaknya berharap kepada pemerintah daerah untuk memperbaiki infrastruktur pertanian di kepulauan. Sebab, banyaknya lahan yang tidak tergarap diakibatkan minimnya infrastruktur. Lahan yang mereka miliki banyak ditinggal ke luar negeri menjadi TKI oleh warga Pulau Kangean karena untuk bercocok tanam, haru memakan biaya tinggi hingga dua kali lipat dari biaya pertanian pada umumnya.

Karena tidak ada jalan ke lahan pertanian. Untuk mengangkut hasil pertanian, warga ada yang menggunakan kuda. Ada pula yang menunggu kemarau panjang agar sawah itu bisa dilewati transportasi,ungkapnya.

Pihaknya sudah memperjuangkan agar program infrastruktur pertanian kepulauan menjadi perhatian pemerintah. Dan tahun ini, lanjutnya,dianggarkan Rp1 miliar lebih. Yang lebih menarik lagi, ternyata di Pulau Sapeken, memiliki produk unggulan, yaitu ketela dibuat menjadi tepung. Produk ini sudah pernah menjuarai lomba tingkat nasional. Produk tepung dari ketela itu, memiliki rasa yang khas, salah satunya rasanya sangat manis.

Menurut Badrul, luas lahan yang bisa ditanami ketela itu mencapai 200 hektar. Tempatnya di Tanjung Keok Sapeken. Potensi itu juga butuh sentuhan pemerintah untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Sebab lahan yang ada juga belum tergarap dengan maksimal. Masyarakat itu butuh alat dan teknologi untuk mengembangkan hasil pertanian bernilai ekonomis. Kripik singkong di darat bahannya dari jawa, kenapa tidak potensi ketela ini dimaksimalkan. Jadi pemerintah jangan tanggung untuk membuat program pengembangan pertanian. Karena banyak potensi yang belum tergarap,pungkasnya.

(Hms/ An)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *