SURABAYA, Beritalima.com |
Ketua fraksi Nasdem Muzammil Safi’i menyikapi polemik yang berkembang di masyarakat, terkait rancangan UU Omnibus Law yang menuai banyak kontroversi. Bahkan gelombang demo yang menolak rancangan UU Omnibus Law marak dimana-mana.
Muzammil menuturkan bahwa
adanya penemu-penemu UU bertujuan untuk merevisi pasal-pasal yang dirasa menyinggung mereka. Harga diri mereka, termasuk juga masalah pesangon dan sebagainya.
“PHK menurut saya ada dua hal, yang pertama Omnibus Law itu sendiri. Yang kedua materi Omnibus Law itu upaya untuk menyederhanakan banyaknya aturan perundang-undangan yang berlaku. Agar tidak terjadi konflik antara undang-undang satu dengan yang lain, itu dijadikan satu agar tidak over lin,”terang Muzammil.
Di Indonesia ini sangking banyaknya undang-undang yang mengatur tentang berbagai macam, ini satu sisi berarti itu sebuah metodologi untuk menyusun aturan perundang-undangan yang berlaku. Ini menyederhanakan banyak aturan menjadi 1 aturan.
“Jadi metode itu memang diperlukan. Persoalannya adalah bagaimana materi atau muatan yang akan diatur oleh omnibus Law itu berdasar aturan perundang-undangan. Nah kemudian dijadikan satu. Ada yang dihapus, ada yang digabung, ada yang ditambah,”ujar Muzammil.
“Nah sekarang ini yang menjadi persoalan itu kan persoalan fakta lapangan kerja. Menurut buruh banyak pasal-pasal yang dikhawatirkan nanti akan merugikan para pekerja, itu saja. Tapi Omnibus Law nya itu bisa dikomunikasikan,”tegas anggota komisi A DPRD Provinsi Jatim ini.
Bahkan Muzammil menghimbau agar masyarakat tetap jalan, tapi materi bisa dikomunikasikan.
“Kita tidak menolak Omnibus Law nya, tapi komunikasikan tentang materi, tentang hukum yang akan diatur dalam omnibus Law itu. Satu sisi inilah yang perlu dikomunikasikan dengan berbagai macam pihak, baik pemerintah maupun stakeholdernya. Dengan berbagai macam masukan perbaikan dan penyempurnaan, sehingga UU tetap berjalan,”ulas Muzammil.
“Pembuatan materi UU di kompromikan. Menurut saya itu yang paling enak lah. Baik untuk pemerintah, maupun untuk masyarakat tertentu. Para pekerjanya mungkin trauma dengan aturan-aturan yang lama, yang sampai sekarang masih berlaku. Contohnya tentang outsourcing. Perusahaan – perusahaan lebih memilih outsourcing daripada pekerja tetap, karena kalau pekerja tetap itu konsekuensinya ada kenaikan gaji, ada jaminan ini jaminan itu, kemudian kalau keluar harus ada pesangon sekian kali gaji,”ungkapnya.
Sementara outsourcing, jika ada pekerja yang keluar atau terkena PHK, outsoursing itu yang bertanggung jawab sesuai perundingan perjanjian dengan perusahaan yang merekrutnya.
“Mungkin trauma dengan aturan-aturan demikian inilah materi Omnibus Law itu yang harus dikomposkan antara berbagai pihak. Beda dengan Omnibus Law Cipta lapangan kerja. Itu justru bukan pekerja yang sudah bekerja, tetapi untuk orang yang mau bekerja. Lulusan SMA itu justru menguntungkan dari sisi pesangon. Materi-materi hukumnya tentang investasi itu menyangkut Siapa yang investasi, Bagaimana modelnya, Bagaimana pekerjaannya, Bagaimana cara menerima, itu suatu cara yang perlu dibicarakan, dikompromikan. Sehingga maksud pemerintah melakukan efisiensi tapi dengan tidak merugikan masyarakat, ini intinya,”pungkasnya. (yul)