JAKARTA, beritalima.com – Pengamat Politik, Hukum dan Keamanan, Rr Dewinta Pringgodani SH M H menyatakan Gerakan #2019 ganti presiden ke daerah dapat memicu perpecahan. Ia juga menyebut hal semacam itu merupakan cerminan gerakan politik jalanan yang disinyalir telah ditunggangi kepentingan politik tertentu.
“Ini hanya gerakan dari pihak yang punya kepentingan politik jalanan. Padahal sudah ada saluran untuk menyalurkan aspirasi, di April 2019 saat pemilihan presiden (Pilpres). Secara konstitusi sudah diatur itu,” ujar Dewinta di Jakarta, Sabtu (26/8).
Dewinta mengatakan gerakan #2019 ganti presiden yang dilakukan oleh Neno Warisman sebenarnya sangat berisiko memicu perpecahan di kalangan anak bangsa.
Dalam waktu dekat ini, Selasa 28 Agustus 2018 di Gedung Joang ’45 atau Museum Joang 45 Jl. Menteng Raya Jakarta Pusat, saya diundang oleh Kaukus Muda Indonesia (KMI) menjadi salah satu Pembicara dalam Diskusi publik bertema “PROPAGANDA GERAKAN#GANTI PRESIDEN 2019: UPAYA INKONSTITUSIONAL MENGGANTI PRESIDEN? Bersama narasumber lainnya sepert KPU, Prudem dan Prof Romly Atmasasmita, nanti kita kupas tuntas disana saja, ujar Dewinta kepada media ini.
“Gerakan ini tidak bisa dilarang tapi mengganggu ketertiban umum dan bisa memecah belah anak bangsa. Di sana ada yang pro dan ada yang kontra. Saya mensinyalir ada kepentingan parpol tertentu yang takut bersaing di Pilpres 2019,” jelasnya.
Dia meminta aparat penegak hukum untuk mengusut siapa dalang dan penyandang dana yang berada di belakang gerakan 2019ganti presiden.
“Pihak keamanan silakan ungkap karena menggangu keamanan, dan harus dicari apakah betul ada parpol yang bermain,” lanjutnya.
Presiden Joko Widodo juga telah menyebut banyak pihak yang ingin melemahkan bangsa Indonesia dengan menyebarkan isu tidak beradab dan tak berdasarkan data. Mulai dari isu antek asing, infrastruktur, utang hingga kaus 2019 ganti presiden. Soal gerakan #2019GantiPresiden, Jokowi menegaskan bahwa yang berhak mengganti presiden adalah rakyat, tentu juga atas kehendak Allah SWT.
Neno Warisman sibuk tentang aksi Ganti Presiden ???
Padahal menurut pakar hukum sekaligus Guru Besar di Universitas Padjajaran (Unpad) Romli Atmasasmita secara tegas mengatakan bahwa tagar #2019GantiPresiden sudah melanggar UU Pemilu/Pilpres. Beliau juga mengatakan bahwa kondisi perpolitikan di Indonesia sudah semakin gaduh dan melampaui batas toleransi.
Profesor ilmu hukum tersebut juga mengatakan jika tagar tersebut seharusnya digaungkan saat masa kampanye pada tahun 2019 mendatang, bukan di tahun 2018 ini. Selain melanggar pemilu dan menyalahi KUHP, Romli Atmasasmita menyebut jika tagar yang di keluarkan di 2018 ini adalah upaya mengajak makar terhadap pemerintahan yang sah seperti yang dimuat dalam situs http://wow.tribunnews.com/2018/05/30/pakar-hukum-romli-atmasasmita-sebut-2019gantipresiden-sama-saja-mengajak-makar-terhadap-pemerintah
Bahkan seorang Pengamat Politik, Hukum dan Keamanan, Rr Dewinta Pringgodani, S.H. M.H., menyatakan bahwa gerakan #2019gantipresiden ke daerah dapat memicu perpecahan. Beliau juga menyebut hal semacam itu merupakan cerminan gerakan politik jalanan yang disinyalir telah ditunggangi kepentingan politik tertentu.
“Ini hanya gerakan dari pihak yang punya kepentingan politik jalanan. Padahal sudah ada saluran untuk menyalurkan aspirasi, di April 2019 saat pemilihan presiden (Pilpres). Secara konstitusi sudah diatur itu,” ujar Dewinta di Jakarta.
Lanjut Dewinta, Jelang Pemilu 2019, suhu politik Indonesia makin memanas, kondisi ini jika tidak bisa dikendalikan, dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Padahal Presiden Joko Widodo sudah menegaskan, bahwa yang terpenting dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 adalah tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Fakta yang terjadi di masyarakat kita saat ini seakan terbelah dua, antara kelompok #Jokowi2Periode dan #2019GantiPresiden. Hal ini mendapat perhatian serius dari pengamat hukum, politik dan keamanan Rr. Dewinta Pringgodani, SH, MH.
Menurut Dewi saat ini ada upaya gerakan politik yang dapat mengancam stabilitas keamanan bangsa. Gerakan tersebut bisa mengarah pada gerakan makar.
“Apa yang terjadi di Batam bukan persekusi, itu aspirasi masyarakat yang tidak menginginkan adanya perpecahan,” kata Dewi.
Dewi juga menjelaskan, jika ada yang ingin mengganti pemerintahan saat ini, sebaiknya gunakan saluran resmi seperti DPR atau menunggu Pilpres 2019.
“Jangan gunakan cara-cara preman atau gaya parlemen jalanan, itu mengganggu ketertiban umum, merugikan banyak pihak, ” tegas Dewi.
Untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, Dewi menghimbau kepada masyarakat Indonesia agar lebih selektif menerima ajakan gerakan massa dan tidak mudah terprovokasi.
“Mari hormati proses demokrasi, dan ikuti aturan-aturan yang ditetapkan oleh KPU,” ujar Dewi diakhir dialog.
Neno Warisman Dihadang Massa di Bandara Pekanbaru
Tokoh penggerak deklarasi #2019GantiPresiden Ustadzah Neno Warisman dihadang oleh ratusan massa di gerbang Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru, Riau, Sabtu (25/8/2018).
Massa yang melakukan penghadangan ini adalah warga yang menolak deklarasi#2019GantiPresiden yang akan dilakukan di Pekanbaru, Minggu (26/8/2018).
Dari pantauan Kompas.com, Neno Warisman tiba di Bandara SSK II Pekanbaru sekitar pukul 15.10 WIB. Setibanya di ruang kedatangan, pihak kepolisian tampak menggigiring Neno Warisman. Neno Warisman terlihat menutup wajahnya dengan masker.
Pihak kepolisian terlihat juga mengajak Neno Warisman berdiskusi. Tak lama kemudian Neno Warisman masuk ke mobil Mercedes warna putih.
Setibanya di gerbang arah keluar bandara, sejumlah massa memblokade jalan yang membawa sejumlah spanduk. Pintu gerbang pun ditutup. Aparat kepolisian dan TNI melakukan pengamanan ketat untuk menghindari adanya tindakan anarkis.
Hingga saat ini mobil yang ditumpangi Neno Warisman masih tertahan di gerbang Bandara SSK II Pekanbaru, sedangkan massa terus berusaha menutup jalan. “Jangan kasih jalan. Pulangkan Neno Warisman. Pekanbaru damai,” teriak para massa.
(D.Man/EXN)