JAKARTA, Beritalima.com– Sukses mengawal Perhutanan Sosial hingga disetujui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar kurang dari 3 bulan, Dr Hj Intsiawati Ayus kini mendampingi warga mengawal dan merampungkan penyusunan Rencana Kerja Usaha (RKU) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) program Perhutanan Sosial bagi Kelompok Tani Bakti Raya Lukit, Kepulauan Meranti.
Anggota DPD RI dari Dapil Provinsi Riau itu mentargetkan 3 SK Perhutanan Sosial di Riau dapat diselesaikan sepanjang tahun ini. Perhutanan Sosial bertujuan menyelesaikan permasalahan lahan dan memberi keadilan buat masyarakat di dalam atau sekitar kawasan hutan demi kesejahteraan mereka dan pelestarian fungsi hutan.
Sampai 2024, kata perempuan cantik kelahiran Bengkalis, Provinsi Riau, 4 Mei 1968 tersebut, Kementerian LHK mentargetkan 12,7 juta hektar hutan dapat dikelola masyarakat lewat Perhutanan Sosial ini. Namun, hingga medio 2020, baru 4,19 juta hektar yang sudah dikeluarkan SK.
Dengan kata lain masih banyak lahan hutan, termasuk di Riau yang bisa dijadikan areal Perhutanan Sosial. “Khusus Perhutanan Sosial di Kepulauan Meranti, merupakan yang pertama di Riau yang diurus sendiri dari aspirasi anggota DPD RI, dan mudah-mudahan dalam waktu dekat menyusul daerah-daerah lain,” tegas Intsiawati.
Pelaksanaan pendampingan Perhutanan Sosial di Kabupaten Kepulauan Meranti dilakukan di desa Lukit, Merbau, sejak Jumat (10/7) hingga Senin (13/7). Kegiatan pendampingan penyusunan RKU-RKT IUPHKM (Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan) Kelompok Tani Bakti Raya Lukit ini juga dihadiri Arif Hendratmo, SP (Plt Kepala UPT KPH Tebingtinggi) dan Susilo Sudarman (PT RAPP).
Penyusunan RKU-RKT ini merupakan langkah lanjut dari proses penerbitan SK Perhutanan Sosial yang juga merupakan aspirasi Intsiawati Ayus ke Kementerian LHK RI. “Penyusunan RKU-RKT IUPHKM Kelompok Tani Bakti Raya Lukit ini sangat penting. Sebab dengan RKU-RKT inilah pemegang izin program Perhutanan Sosial dapat melakukan kegiatan pemanfaatan wilayah hutan secara terencana dan baik sesuai azas pengelolaan hutan lestari dan bermanfaat bagi masyarakat,” ujar Arif Hendratmo.
Dijelaskan, sebagai pemegang IUPHKM, Kelompok Tani Bakti Raya Lukit adalah pihak yang sah mengelola pemanfaatan areal hutan Program Perhutanan Sosial seluas 121 hektar sebagai tercantum dalam SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.3002/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/5/2020 Tanggal 13 Mei 2020.
Diingatkan selain berhak memanfaatkan kawasan, pemegang izin juga wajib memelihara dan menjaga hutan dari kebakaran. Dalam RKU-RKT IUPHKM Kelompok Tani Bakti Raya yang mengelola areal hutan seluas 121 hektar secara umum terbagi dalam tiga zonasi. Pertama zona konservasi.
Kedua zona pemberdayaan dan ketiga adalah zona pemanfaatan. Selain itu juga dibentuk tiga Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) yaitu KUPS ‘Madu Berkah Lukit’ yang mengelola usaha madu hutan, KUPS ‘Hutan Lukit Lestari’ yang mengelola usaha Jahe, Pinang, Pisang dan Sereh Wangi dan KUPS ‘Raja Kaya Lukit’ mengelola usaha peternakan.
Pada kegiatan ini juga disepakati batas antara areal hutan IUPHKM Kelompok Tani Bakti Raya Lukit dengan areal HTI PT RAPP. Pihak PT RAPP yang diwakili Susilo Sudarman mengatakan, kesediaan untuk bekerjasama dengan Kelompok Tani Bakti Raya Lukit. Beberapa materi kerjasama yang disepakati antara lain adalah melakukan patroli dan penanganan pemadaman api, bantuan bibit tanaman serta bantuan program bagi KUPS yang dibentuk Kelompok Tani Bakti Raya Lukit.
Pendampingan yang dilakukan Intsiawati terhadap Kelompok Tani Bakti Raya Lukit merupakan yang pertama dilakukan secara langsung tanpa melewati Kepala Daerah dan selesai dalam waktu kurang dari tiga bulan. Tertanggal 13 Mei 2020, diterbitkan Surat Keputusan (SK) A.n Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan Kepada Kelompok Tani Bakti Raya Lukit.
Berdasarkan SK.3002/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/5/2020 maka Kelompok Tani Bakti Raya Lukit memiliki secara sah dan memiliki landasan hukum untuk mengelola serta memanfaatkan areal seluas 121 hektare pada kawasan hutan produksi terbatas di Desa Lukit, Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti. (akhir)