Di Depan Awak Media, Baiq Nuril Tak Mampu Tahan Kesedihan

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Baiq Nuril, guru honorer dari Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) mendatamgi Press Room DPR RI di Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (10/7) petang.

Di depan awak media, perempuan yang merasa terzalimi akibat UU IT ini tidak mampu menahan kesedihan hatinya. Dia sempat menyampaikan kesedihan terputus-putus mengenang apa yang dialaminya.

Kini, kasusnya sedang dalam proses pengajuan amnesti kepada Presiden Joko Widodo setelah kasasi dan permohonan PK Baiq ditolak Mahkamah Agung. Ia berharap keadilan segera datang dan tak menimpa wanita lain di Indonesia.

Rieke Diah Pitaloka mengatakan, untuk mengajukan amnesti kepada presiden, butuh persetujuan dari DPR RI seperti diatur UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

“Baiq Nuril berharap keadilan. Karena PK Baiq ditolok MA, kami sedang mengajukan amnesti kepada presiden. Tapi untuk memberikan amnesti, presiden butuh persetujuan dari DPR, terutama Komisi III DPR RI,” kata dia.

Harapan Rieke itu disampaikan dalam diskusi Forum Legislasi di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (10/7/2019), dengan tajuk “Baiq Nuril Ajukan Amnesti, DPR Setuju?”.

Hadir dalam acara itu Baiq Nuril sendiri yang didampingi kuasa hukum dan pegiat perlindungan anak. Hadir pula Anggota F-PKS DPR RI Nasir Djamil sebagai pembicara.

Kronologis kasus Baiq bermula saat kepala sekolah tempat Baiq mengajar sebagai guru honorer meneleponnya. Dalam percakapan yang ia rekam sendiri banyak ucapan yang melecehkannya sebagai perempuan.

Baiq merasa mendapat pelecehan seksual. Lalu rekaman disebarkan ke media sosial. Dan kepala sekolah mengadukannya ke polisi atas pelanggaran UU ITE. Di pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tinggi, Baiq dinyatakan bebas.

Jaksa penuntutnya mengajukan kasasi, lalu diterima MA. Pihak Baiq pun ajukan peninjauan kembali (PK), tapi kembali ditolak MA. Walau hukumannya hanya enam bulan dan denda Rp 500 juta, tapi perjalanan kasusnya sudah makan waktu lima tahun, yaitu mulai tahun 2014.

Baiq hanya menjalani hukuman dua bulan tiga hari. Ia sendiri ketika diberi kesempatan bicara mengungkapkan, tidak ingin kasusnya jadi konsumsi publik.

Dengan menahan tangis, guru honorer SMAN 7 Mataran ini menuturkan, “Keadilan dan kebenaran pasti terjadi. Saya tidak ingin ada lagi kasus seperti ini. Saya merasakan pedihnya, bagaimana meninggalkan anak-anak walau hanya dua bulan tiga hari. Saya tak ingin anak-anak saya melihat ibunya menangis,” harap dia. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *