JAKARTA, Beritalima.com | Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengingatkan bahwasanya dalam penegakan hukum terdapat pendekatan yang disebut dengan restorative justice. Baginya, pendekatan ini diyakini dapat membuat penegakan hukum di Indonesia lebih efisien untuk kasus-kasus tertentu.
Paparan tersebut diberikan oleh Menko Polhukam dalam Rapat Kerja Teknis Bareskrim Polri Tahun Anggaran 2021 di Aula Serbaguna Bareskrim, Senin (5/4/2021). “Restorative justice adalah pendekatan dalam penegakan hukum pidana yang mengusahakan penyelesaian secara damai dengan menjadikan hukum sebagai pembangun harmoni,” tutur Mahfud dalam keterangan tertulisnya.
Lebih lanjut Mahfud memaparkan, dalam pendekatan restorative justice, hukum bukanlah sekadar mencari menang dan kalah, atau bukan bertujuan menghukum pelaku. Pendekatan itu, kata dia, hadir dengan maksud membangun kondisi keadilan dan keseimbangan antara pelaku kejahatan, korban kejahatan, dan masyarakat luas.
Manfaat dari pendekatan ini, kata Mahfud selain muncul efisiensi penanganan hukum labtaran tidak akan terlalu banyak perkara yang masuk ke pengadilan, juga bermanfaat untuk menangkal gejolak sosial politik. Tujuannya, untuk dapat menjaga harmoni, keamanan, dan ketertiban di masyarakat. Akan tetapi, eks Ketua MK ini menegaskan, tidak setiap perkara melawan hukum bisa diselesaikan dengan pendekatan restorative justice. Terlebih lagi itu adalah pidana berat, mulai dari tindakan rasial, korupsi, hingga terorisme.
Tak semua diselesaikan di rumah secara rembuk, tidak boleh, tapi yang menyangkut tindak pidana ringan. Kalau korupsi, enggak bisa dinegosiasikan. Kalau di Surat Edaran Kapolri terbaru itu, rasialisme, SARA, terorisme, enggak ada negosiasi, enggak ada restorative justice,” jelasnya.
Dalam acara Rakernis tersebut, turut hadir Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto, Wakil Kabareskrim Brigjen Pol Syahar Diantono, serta para penyidik utama di lingkungan Bareskrim Polri. Riezky Maulana
Fredi/Redian, Beritalima.com