PONOROGO, beritalima.com- Beberapa distributor dan agen pupuk di Ponorogo, Jawa Timur, menolak Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Nomor 7 tahun 2015 tentang Pengawasan, Pengadaan, Penyaluran dan Peenggunaan Pupuk Bersubsidi, yang mulai berlaku 1 April mendatang. Mereka beralasan, Perda inisiatif DPRD Ponorogo ini mengancam usaha mereka dan bisa berujung kebangkrutan.
Pemiliki Kios Pupuk Prima Tani di wilayah Kecamatan Sukorejo, Edwin Andrianto, mengatakan, pasal yang paling memberatkan para pemiliki kios adalah ketentuan yang mengatur jumlah kelompok tani yang boleh dilayani oleh kios.
“Aturannya, satu kios hanya boleh melayani tiga kelompok tani. Secara bisnis jelas tidak masuk akal. Kalau hanya melayani tiga kelompok tani dengan luas yang tidak sampai 10 hektare, jelas rugi,” kata Edwin, kepada wartawan, Kamis 19 Januari 2017.
Yang membuat para pemilik kios kecewa, lanjutnya, sikap DRPD Ponorogo yang tidak pernah melibatkan para pemilik kios dan distributor saat menyusun Raperda hingga diundangkan menjadi Perda.
“Artinya, mereka (anggota DPRD) tidak mencoba mengetahui persoalan pupuk dan distribusinya. Selama dua tahun terakhir tidak ada kelangkaan pupuk yang benar-benar terjadi,” papar Edwin.
Kelangkaan yang terjadi lebih banyak disuarakan oleh petani yang tidak tergabung dalam kelompok tani. Sehingga wajar bila tidak kebagian jatah pupuk bersubsidi. Sebab permintaan petani tersebut tidak tercakup dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang bisa dilayani oleh distributor dan kios. Mereka juga enggan membeli pupuk non-subsidi yang harganya memang lebih mahal.
“Kami akan berupaya sekuat tenaga agar Perda Nomor 7 Tahun 2015 tersebut dibatalkan. Soal ada (kios) yang akan boikot, ya kita lihat saja nanti lah,” tambahnya.
Pemilik salah satu distributor pupuk di Ponorogo, Sugeng, mengatakan, para distributor pupuk juga keberatan dengan pasal yang menyebutkan jumlah distributor di seluruh Kabupaten Ponorogo paling sedikit 10. Jumlah ini dinilainya terlalu banyak sebab dengan lima distributor saja saat ini kebutuhan pupuk sudah bisa dipenuhi dengan cukup baik.
Yang juga disoroti adalah soal pembatasan jumlah Poktan yang dilayani kios. Para pemilik kios terancam diberi sanksi hingga pembekuan izin usaha bila melanggarnya. Hal ini akan menyulitkan penyaluran pupuk ke petani.
“Mereka (DPRD) juga tidak melibatkan kami saat penyusunan. Tahu-tahu jadi Raperda dan Perda Kami keberatan, tapi tidak digubris dan ternyata sudah diundangkan. Kalau kios dapat sanksi bagaimana penyalurannya. Kami minta ditinjau ulang,” kata Sugeng.
Kemunculan Perda ini, tambahnya, penuh muatan politik. Namun ia enggan merinci maksud ucapannya tersebut. Hanya saja, sejumlah sumber mengatakan, beberapa gelintir anggota DPRD Ponorogo telah bersiap-siap untuk memunculkan beberapa distributor pupuk baru di Ponorogo di wilayah Dapil masing-masing.
“Ada yang sudah siap dengan modal sehingga konstituen anggota DPRD tersebut akan jadi distributor dan anggota konstituen yang lain bisa membuka kios,” ungkap sumber yang enggan disebut namanya tersebut.
Staf Perwakilan Daerah Penjualan PT Petrokimia Gresik wilayah Ponorogo, Magetan dan Pacitan, Ahmad Solichun, mengatakan, sebagai Perda inisiatif, ia yakin DPRD Ponorogo memiliki agenda tersendiri dengan melahirkan aturan ini. Namun baginya, ia akan tetap bekerja sesuai dengan aturan yang menaunginya. Yaitu dari Kementerian Pertanian dan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan.
Meski enggan menyebut Perda 7 tahun 2015 bertubrukan dengan aturan yang diikutinya, Solichun menyatakan sudah ada surat dari Kemenko Perekonomian bernomor S-216/D.V.M.EKON/12/2016 tertanggal 19 Desember 2016 yang meminta agar Perda tersebut dievaluasi. Sebab dalam Perda Nomor 7 Tahun 2015, banyak yang bertentangan dengan Permentan Nomor 60 Tahun 2015. “Kami (produsen) disuruh menunggu soal evaluasi Perda ini. Penyaluran tetap saja dilaksanakan,” terangnya.
Hanya saja, terkait surat Kemenko Perekonomian ini, lanjutnya, kepada DPRD Ponorogo ia menyatakan bahwa hal yang berhubungan antara Perda Nomor 7 Tahun 2015 dan Peraturan Kementan adalah soal pengawasan yang sama-sama wajib dilakukan oleh Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) yang terdiri dari para eksekutif yang ada di semua tingkat pemerintahan.
Soal jumlah kios, lanjutnya, saat ini terdapat sekitar 194 kios dan akan membengkak menjadi tiga kali hingga lima kali lipat dengan adanya Perda tersebut. “Ya kalau hitungan kami, keuntungan mereka dengan tiga kelompok tani akan jauh dari UMR,” pungkasnya. (Dibyo)