KENDARI, beritalima.com – Pemerintahan Presiden Jokowi memiliki komitmen mengembangkan industri kreatif. Kuncinya ada tiga hal: kreativitas, skill, dan pengembangan sumber daya manusia.
Hal ini ditunjukkan dari besarnya anggaran pendidikan pada APBN 2019 yakni Rp 492 triliun, yang difokuskan untuk pendidikan vokasi serta peningkatan keterampilan bagi pekerja dan pencari kerja.
Penegasan itu disampaikan Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Eko Sulistyo dalam Dialog Publik ‘Potensi Ekonomi Kreatif untuk Anak Muda Sulawesi Tenggara’ yang digelar Kantor Staf Presiden, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Ekonomi Kreatif, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan Universitas Haluoleo di Kendari, Rabu, 20 Februari 2019.
Eko menyatakan, pada 10 tahun ke depan Indonesia mendapatkan anugerah ‘bonus demografi’, sebuah kondisi di mana jumlah penduduk usia produktif sangat mendominasi dari seluruh angkatan kerja kita.
“Bonus demografi ini berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara signifikan jika mereka memiliki skill dan teknologi tinggi, serta mampu beradaptasi dengan perkembangan revolusi industri 4.0,” paparnya.
Eko memaparkan, Jokowi merupakan seorang pemimpin visioner yang mempersiapkan sumber daya manusia sesuai kebutuhan lapangan kerja dan permintaan industri ke depan.
“Saat masih di Solo 12 tahun lalu, awalnya kami kaget karena sebagai walikota, Pak Jokowi mempersiapkan pendidikan untuk pekerja-pekerja di laut lepas pantai yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan Pertamina maupun perusahaan perminyakan lain. Faktanya kemudian, strategi vokasi itu sangat bermanfaat,” kenangnya.
Eko Sulistyo menanamkan sikap optimistis bagi anak muda yang baru memulai embrio usaha rintisan atau start-up.
“Teruslah berjuang menjadi entrepreneur dan technopreneur. Manfaat fasilitas yang diberikan pemerintah, di antaranya melalui Bekraf,” ungkapnya.
Diuraikan Eko, beberapa perusahaan rintisan yang kini meraksasa awalnya mengawali perjuangan dengan bantuan pemerintah. “Bulapak yang kini sudah jadi unicorn dengan valuasi di atas 1 miliar Dolar AS itu bisa berkembang seperti sekarang karena mendapat dukungan dari Kementerian Kominfo dan lain-lain,” katanya.
Menurut Eko, pemerintah pemerintah punya perananan untuk menumbuhkembangkan dan memfasilitasi setiap usaha kreatif dari anak muda Indonesia. Para calon wirausaha di industri kreatif bun bisa bekerja dengan nyaman di mana saja.
“Yang penting ada jaringan internet. Seperti disampaikan Presiden Jokowi dalam debat capres kemarin, tak lama lagi 100 persen seluruh wilayah Indonesia terkoneksi internet. Proyek Palapa Ring menyambungkan backbone dengan broadband berkecepatan tinggi,” jelasnya.
Pada kesempatan ini, Rektor Universitas Haluoleo (UHO) Muhammad Zamrun memberikan apresiasi atas digelarnya dialog publik di kampus yang berdiri sejak 19 Agustus 1981 itu.
“Ekonomi kreatif jadi tantangan bagi hampir 50 ribu mahasiswa UHO. Kami harap mahasiswa tidak hanya beriorientasi menjadi pegawai negeri, tapi bisa memanfaatkan kearifan lokal dan menjadi wirausahawan baru di era Revolusi Industri 4.0,” paparmya.
Kembangkan Potensi Lokal
Direktur Komunikasi dan Informasi Perekonomian dan Maritim Kementerian Kominfo Septriana Tangkary menekankan, potensi ekonomi kreatif untuk anak muda Sulawesi Tenggara sangat tinggi.
“Setiap daerah memilki ciri khas dan karakteristik masing-masing. Inilah kelebihan Indonesia yang tidak ada di negara-negara lain. Bhinneka Tunggal Ika dan gotong royong,” katanya.
Septriana menggarisbawahi agar anak-anak muda di Sultra jangan malu mengaku senagai anak petani atau nelayan.
“Di era online, petani dan nelayan pun go online, Dengan menggunakan teknologi dari hulu ke hilir, saat ini pendapatan petani dan nelayan bisa mencapai puluhan juta per bulan,” paparnya.
Di sinilah Septriana menekankan pentingnya inovasi dari para mahasiswa. “Percuma kita memiliki internet of things tanpa ada inovasi dari anak-anak muda. Kreativitas akan mendorong inovasi, sehingga memberikan nilai tambah pada produk kreatif kita,” jelasnya.
Septriana menerangkan, Kementerian Kominfo mencanangkan ‘Gerakan Nasional 1000 Start Up’, untuk mewujudkan potensi Indonesia menjadi The Digital Energy of Asia di Tahun 2020 dengan menciptakan tech-startup yang dapat menjadi solusi dengan memanfaatkan teknologi digital sehingga memberikan dampak positif di Indonesia.
“Saat ini sudah ada 314 perusahaan rintisan baru yang lahir melalui program ini. Ditargetkan akan tercipta 1.000 startup dengan total valuasi USD 10 Miliar,” jelasnya.
Sementara itu, Deputi Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Hari Santosa Sungkari meyakini Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi kreatif dunia pada 2030.
“Kami memiliki banyak program untuk mewujudkan itu. Di antaranya Bekraf menyiapkan Rp 89 miliar dana bantuan pemerintah untuk memfasilitasi ruang kreatif dan teknologi informasi komunikasi melalui mekanisme seleksi proposal dana. Ada juga Rp 9 miliar bantuan permodalan non perbankan,” urainya.
Hari menjelaskan berbagai subsektor ekonomi kreatif yang difasilitasi Bekraf, antara lain aplikasi dan pengembang permainan, arsitektur, desain komunikasi visual, kuliner, kriya, musik, penerbitan, periklanan, film, animasi, dan juga seni pertunjukan.
“Film ‘Keluarga Cemara’ adalah contoh sukses Bekraf mempertemukan pekerja kreatif film dengan industri,” terangnya.
Hari menyarankan agar anak muda Sulawesi Tenggara membuat produk-produk digital yang mengangkat kearifan lokal.
“Ciptakan produk ekonomi kreatif yang belum pernah ada di muka bumi ini. Bawalah kekayaan dan kearifan lokal ekonomi kreatif kita ke dunia luar. Karena masa depan ekonomi kreatif, termasuk di Sultra, sangatlah besar,” katanya dengan menyebut contoh Raim Laode, seorang komika atau pelawak tunggal asal Wakatobi yang kini berkibar di pentas nasional.
Kepala Biro Kerjasama Komunikasi Publik Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Harmin Ramba menekankan, potensi ekonomi kreatif untuk anak muda Sultra sangatlah besar.
“Dari 17 ribu pulau di Indonesia, 661 pulau di antaranya ada di Sultra. Sebagian dari pulau itu belum punya nama. Kalau kita kreatif, kita bisa kasih nama pulau-pulau itu,” selorohnya.
Harmin menyatakan, 2,6 juta penduduk Sultra seharusnya tidak lagi mengandalkan sektor pertambangan. “Terbukti, kita tidak memiliki fundamental ekonomi kuat di sektor tambang. Ekonomi kreatif ini sektor baru yang menjanjikan harapan,” katanya.
Harmin menekankan, era pemerintahan Gubernur Ali Mazi menjadikan ekonomi kreatif sebagai sektor unggulan. Termasuk di antaranya dengan memanfaatkan banyaknya kalender pariwisata di Sultra, seperti Festival Budaya Tua Buton Bau Bau, Festival Pulau Tomia, Festival Tukang Besi, Festival Barata Kaledupa dan Wakatobi Wave.
Abdul Jalil Saban Hidayat, mahasiswa Fakultas Kesehatan Lingkungan UHO asal Kabupaten Muna merasa dialog publik ini sangat bermanfaat.
“Saya terpanggil untuk berinovasi dan mengembangkan wisata berbasis Dana Desa seperti Puncak Masalili di kampung saya,” kata mahasiswa penerima beasiswa Bidik Misi itu.
Adapun Monika Alfiani, mahasiswi Jurusan Administrasi Publik FISIP UHO dari Wakatobi mengaku event ini sangat memotivasi anak muda yang masih perlu diasah mental dan kepemimpnan nya dalam menghadapi menghadapi Revolusi Industri 4.0.
“Harus diakui mental generasi muda seperti kami belum kuat. Kami kerap ragu melangkah untuk bisa mengembangkan kreativitas. Acara seperti ini sangat membantu mengarahkan dan memotivasi kami,” ungkapnya.
Diskusi publik menjadi semakin berwarna kala Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Eko Sulistyo menutup acara dengan menyanyikan dua lagu Bon Jovi, ‘Thank You for Loving Me’ dan ‘Bed of Roses’.
(rr(