Dialog Tokoh Opisisi Pemerintah, LaNyalla Ingin Satukan Elemen Masyarakat

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengatakan keinginan dia untuk menyatukan seluruh elemen masyarakat. Dan, hal tersebut harus dilakukan untuk mengawal perjalanan bangsa.

Itu disampaikan LaNyalla saat menghadiri dialog antar tokoh bangsa di Sekolah Insan Cendekia Madani, Serpong yang diinisiasi senator asal Sulawesi Selatan, Tamsil Linrung, Jumat (7/5).

Hadir dalam acara tokoh yang vokal dan dianggap oposisi Pemerintah antara lain Rizal Ramli, Gatot Nurmantyo, Ubedillah Badrun, Ahmad Yani, MS Kabban, Bachtiar Chamsah, Adie Massardi, Said Didu dan Natalius Pigai.

“Posisi saya bukan oposisi. Namun, saya ingin menyatukan semua elemen masyarakat Indonesia, bersama-sama mengawal perjalanan bangsa ini. Karena tugas DPD RI adalah menyatukan kekuatan semua stakeholder,” tegas LaNyalla.

Meski demikian, LaNyalla menilai pemerintah perlu dikawal agar tetap menahkodai biduk bangsa dengan arah yang jelas. Agar pemerintah tidak semakin berjarak dengan rakyat.

“Saya setuju, harus ada koreksi. Harus ada pikiran yang wajib untuk disampaikan kepada Pemerintah. Karena rakyat merasa ada paradoksal antara apa yang diregulasikan Pemerintah, dengan apa yang dilakukan pejabat negara,” kata dia.

Senator dari Dapil Provinsi Jawa Timur tersebut menekankan pentingnya menyatukan kekuatan dan potensi bangsa dalam satu irama dan langkah menuju tujuan hakiki lahirnya bangsa Indonesia.

Dalam pertemuan itu, para tokoh tersebut membahas dengan hangat soal Presidential Threshold (PT) atau ambang batas pencalonan Presiden sebab dianggap PT membatasi demokrasi. Karena dengan ambang batas yang sekarang, tidak akan mungkin muncul banyak calon presiden.

“Yang namanya demokrasi itu harusnya semua orang diberi kesempatan. Inilah inkonsistensi kita. Indonesia berharap akan lebih baik dengan demokrasi tetapi dengan PT 20 persen, ini namanya membatasi demokrasi itu sendiri,” kata MS Ka’ban,

Saat ini ambang batas pencalonan presiden 20 persen suara nasional atau disetarakan 25 persen perolehan kursi di parlemen/DPR RI. “Dengan ambang batas 20 persen yang ada akhirnya seperti kemarin. Hanya 2 calon yang bisa diusung. Partai besar menjadi dominan, partai kecil ikut,” ujar Bachtiar Chamsah.

Adanya ambang batas 20 persen, menurut Ubedillah Badrun memunculkan oligarki ekonomi dan politik yang membuka ruang transaksi pragmatis.
“Akhirnya sulit hadirkan Presiden yang berkualitas. Karena cukong-cukong yang berperan. Orang yang baik pun akan dikangkangi mereka ini,” jelas pengamat politik UNJ itu.

Para tokoh nasional yang hadir sepakat dan menganjurkan DPD RI untuk menggugat soal Presidential Threeshold tersebut. “Kita mendukung DPD RI melakukan perlawanan soal presidential threesold ini agar muncul banyak alternatif pemimpin,” ujar Ahmad Yani.

Rizal Ramli menegaskan DPD RI bisa mengambil peran sebagai penggugat maupun inisiator agar Presidential Threeshold ini dikaji lagi. “Kita tidak berharap kepada DPR karena mereka berkepentingan. Kita justru berharap DPD yang bergerak. Kita salurkan aspirasi soal ini ke DPD sebagai wakil daerah,” ucap dia.

Gatot Nurmantyo sepakat bahwa DPD RI punya peluang untuk menggalang dukungan berbagai elemen bangsa terkait ambang batas tersebut.”PT bisa dibicarakan di Rapat Dengar Pendapat atau FGD. Undang pakar, rektor, mahasiswa dan lainnya untuk lahirkan kepemimpinan nasional,” ucap mantan Panglima TNI tersebut. (akhir)

 

beritalima.com

Pos terkait