JAKARTA, Beritalima.com– Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti didaulat menjadi keynote speaker (pembicara kunci) dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Komunitas Penyedia Tenaga Kerja Internasional (Kapten) Indonesia di Asrama Haji Sudiang, Makassar akhir pekan ini.
Pada kesempatan itu, LaNyalla hadir didampingi Fachrul Razi (Ketua Komite I), Prof Dr Sylviana Murni (Ketua Komite III), Bustami Zainudin (Wakil Ketua Komite II) dan senator Muhammad Idris dan Jialyka Maharani, Tamsil Linrung, Lily Amelia Salurapa (senator Sulawesi Selatan), Muh Aras (anggota Komisi V DPR RI) dan, Bupati Maros Andi Syafril Chaidir Syam.
Kedatangan rombongan Lanyalla disambut Tarian Paduppa dan diterima langsung Ketua Umum Kapten Indonesia, Abdul Rauf. Acara juga dihadiri perwakilan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Pemprov Sulawesi Selatan, Pemkot Makassar, dan sejumlah Pemda yang ada di Sulsel.
Dalam kesempatan itu, LaNyalla menyampaikan pentingnya sebuah desa mempunyai kedaulatan. Ketua DPD RI membahas mengenai ‘Penguatan Regulasi Desa Menuju Desa Berdaulat dan Berkeadilan’. Ada dua kata penting di situ. Pertama adalah kedaulatan. Kedua, adalah keadilan.
Menurut LaNyalla, Indonesia sudah punya UU No: 6/2014 tentang Desa. “UU ini memberikan keleluasaan kepada desa untuk menjadi desa mandiri. Pemerintah punya tanggung jawab mendorong kemandirian lewat program melalui Kementerian Dalam Negeri.
Program itu adalah pengembangan kapasitas aparatur desa, manajemen, perencanaan, pengelolaan keuangan dan Penyusunan Peraturan Desa. “Tapi itu baru menjawab kemandirian desa. Belum menjawab tentang kedaulatan desa. Karena, hakikat kedaulatan adalah penguasaan atau keterlibatan ketika berurusan dengan pihak luar,” jelas dia.
Dalam konteks ekonomi, kedaulatan desa terjadi ketika berurusan dengan investasi atas Sumber Daya Alam (SDA) di desa itu. “Ukuran kedaulatan itu sebenarnya sederhana. Yaitu, siapa yang diuntungkan? Kita atau mereka. Apa desa mendapat manfaat yang sepadan? Apakah SDM di desa terlibat aktif dalam pengelolaan Sumber Daya Alam tersebut?”
Senator asal Jawa Timur itu menjelaskan, keterlibatan desa terhadap pengelolaan SDA bukanlah masalah hambatan terhadap investasi.
“Ini namanya kedaulatan hakiki. Itulah mengapa di China jika investor membuka pabrik, pemerintah memberi tolok ukur jumlah pekerja lokal yang harus direkrut sesuai luasan pabrik yang dibangun. Meski pabrik itu sudah menggunakan mesin dan otomasi, tetap kena aturan kuota luas lahan dengan jumlah tenaga kerja lokal. Ini contoh edaulatan,” terang dia.
Yang tak kalah penting, menurut LaNyalla, adalah keadilan. Para pendiri bangsa sudah membuat karya fenomenal melalui UUD 1945 Pasal 33 Ayat 1, 2, dan 3.
“Muhammad Hatta mencetuskan gagasan untuk melindungi segenap tumpah darah dan bangsa Indonesia untuk mendapatkan manfaat atas kekayaan yang terkandung di bumi Indonesia. Yaitu dengan semangat kolektivitas yang didasarkan pada semangat tolong menolong.”
Ditambahkan, Pemerintah juga memberikan perhatian untuk desa dengan mengalokasikan dana desa yang cukup besar. Jumlah dana desa ini selalu diupayakan meningkat setiap tahun. Tercatat sejak 2015 hingga 2019, dana desa yang sudah dikucurkan mencapai Rp 257 triliun.
Dan, dari 2019 hingga 2025, Pemerintah bertekad mengalokasikan hingga Rp 400 triliun. Hanya saja, jika masih ada pekerjaan besar yang harus dilakukan. Sebab, hanya sedikit desa yang sudah menyandang predikat mandiri atau maju.
“Dari data yang ada, hingga 2020, dari hampir 70 ribu desa di Indonesia, hanya sekitar 1.700 desa yang tergolong mandiri dan sekitar 11.900 tergolong desa maju.
Itu artinya, masih ada hampir 14 ribu desa tertinggal dan sekitar 2.400 desa sangat tertinggal. Dan hampir 40 ribu desa sisanya dalam status desa berkembang,” demikian AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. (akhir)