MADIUN, beritalima.com- Selain melakukan penggeladahan di ruang kerja walikota Madiun, KPK juga melakukan penggeledahan di rumah dinas dan rumah pribadinya yang berada di Jalan Jawa, Kota Madiun, Jawa Timur, 17 Oktober 2016.
Bahkan delapan petugas yang menggeledah ruang kerja walikota di Balaikota Jalan Pahlawan, sekitar pukul 16.20 WIB ikut bergabung dengan tiga petugas lainnya di rumah pribadi walikota. Begitu juga tiga orang yang melakukan penggeledahan di rumah dinas.
Apa tanggapan Walikota Madiun, H. Bambang Irianto, tentang kedatangan tim dari KPK terkait dengan dugaan korupsi pembangunan Pasar Besar Kota Madiun (PBM)?
“Saya tidak korupsi, bahkan saya tombok tiga milyar dalam pembangunan PBM. Saya juga tidak minta uang ke kontraktor” kata Walikota Madiun, H. Bambang Irianto, kepada wartawan, di rumah pribadinya, Senin sore 17 Oktober 2016.
Terkait saran dari petugas KPK agar dirinya mencari pengacara ketika diperiksa nanti, menurutnya, hal itu pasti akan dilakukan dengan mencari pengacara kelas wahid. “Tentu saya tidak akan mencari pengacara biasa. Saya akan cari pengacara kelas wahid,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, petugas dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melakukan penggeledahan di ruang kerja Walikota Madiun di kantor Balaikota, Jalan Pahlawan Kota Madiun, Jawa Timur, Senin 17 Oktober 2016.
Sekda Kota Madiun, H. Maidi, mengatakan, penggeledahan ini terkait dengan pembangunan proyek Pasar Besar Kota Madiun (PBM). Sedangkan berkas yang dibawa, ada 15 berkas.
“Semua terkait PBM. Kalau berkasnya sekitar 15 item. Masih ada enam berkas lagi yang butuhkan,” kata Sekda Kota Madiun, H. Maidi, kepada wartawan.
Menurutnya lagi, KPK akan berada di Kota Madiun hingga 21 Oktober mendatang. Karena harus melakukan pemeriksaan terhadap pegawai dinas terkait yang berhubungan dengan pembangunan PBM. Diantara Dinas Pekerjaan Umum.
“Jadi nanti juga ada yang dipanggil ke sana (kantor KPK), ada yang diperiksa di sini. Kalau tadi jumlah petugasnya ada delapan orang,” tambah H. Maidi.
Untuk diketahui, proyek PBM yang menghabiskan anggaran Rp.76 milyar, sebenarnya sudah pernah ditangani oleh Kejari Madiun saat Kajari dijabat oleh Ninik Mariyanti, tahun 2012 lalu. Namun di tengah jalan, kemudian diambilalih oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Tapi kemudian tenggelam begitu saja tanpa ada kabar beritanya. Bahkan Ninik Mariyanti, kemudian dimutasi ke Kejaksaan Agung dengan jabatan yang kurang strategis.
Namun kemudian, kasus ini ada yang melaporkan ke KPK tahun 2015 lalu. Hingga pada akhirnya KPK turun tangan untuk melakukan penyelidikan. Bahkan KPK sudah dua kali turun ke Madiun. (Dibyo)