JAKARTA, beritalima.com – Perhimpunan Profesi Likuidator Indonesia (PPLI) yang bekerjasama dengan Jimly School Law and Government (JSLG) menerima sebanyak-banyaknya calon likuidator. Dari mulai terbentuknya hingga sekarang, telah melahirkan lebih dari 200 Likuidator, ditambah pada angkatan ke-4 Pendidikan dan Latihan Calon Likuidator, yang dilaksanakan, Senin (4/12/2017) di kantor JSLG, Jakarta.
Hadir pada kesempatan tersebut,
Dr. Jimly Asshiddiqie, SH., Nasrullah Nawawi, S.H., M.M., DR. Achsin, SH, M.Kn., CRA CLI., Presiden PPLI, dan Ketua Panitia Diklat Calon Likuidator, Toni.
Diharapkan Presiden PPLI Achsin, terhadap calon likuidator setelah mengikuti pendidikan dan latihan dapat menjadi likuidator profesional, yang komit terhadap etika dan bisa menangani secara profesional ketika terjadi likuidasi badan hukum.
Hal ini dijelaskan Achsin, ketika perusahaan mengalami distrust atau mengalami problem keuangan pada saat pembayaran hutang. Terdapat dua pilihan, yakni melalui kepailitan dan melalui likuidasi. Kalau melalui kepailitan harus melalui pengadilan, sedangkan melalui likuidasi secara volountry antara pihak yang sifatnya tidak terjadi benturan keras. Jadi saling pengaruh-mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain untuk dinegoisasikan seperti apa mengenai hutang dan asset. Hal ini katanya, head to head antara kreditor dengan kurator.
Ia pun menegaskan bahwa keunggulan likuidator membutuhkan trust di masing-masing pihak, dalam bahasa lain disebut dibutuhkan integritas masing-masing. Karena kreditor menginginkan uangnya kembali, sebaliknya debitur mengharapkan agar bisa membayar. Namun likuidator berada ditengah untuk menjembatani diantara kepentingan itu. Dan tidak bermain-main ke wilayah putusan hakim, yang artinya persuasi lebih mengemuka.
Masih dijelaskan Achsin yang didampingi, Wasekjen PPLI Anton Silalahi, yang disebut profesional, mampu berhadapan dengan notaris jika terjadi penilaian asset, bagaimana menjual asset. Hal itu perlu pengetahuan di bidang pelelangan. Dan juga disebut profesional ketika berhadapan dengan profesi yang lain.
“Kalau dari notaris contoh seperti apa, akte 1, 2, dan pencabutan badan hukum itu seperti apa. Dan ada praktik-praktik simulasi yang konkret agar supaya mereka keluar dari sini survive likuidator Indonesia,” tandasnya.
Menurutnya setelah pendidikan dan latihan likuidator secara pasti akan mendapat sertifikasi likuidator Indonesia. Jadi harus bisa memiliki pemahaman secara konfrehensif dan memenuhi kebutuhan jasa. Likuidator dalam rancangan OJK minimal 2 orang. Namun kurator tidak bisa dibatasi berapa orang dan bisa 1, 3, 10 dan terserah, tinggal skala perusahaannya seperti apa.
“OJK sudah merancang insentifnya seperti apa, itu nantinya bisa dilihat pada Pasal 28 UU OJK Tahun 2016 dan akan dibuatkan SE agar lebih konkret,” tegasnya.
Ironis ketika perusahaan tidak menunjuk likuidasi, pertama direksi secara undang-undang bisa menjadi likuidator dan tidak lepas dari kepentingan perusahaannya. Hanya saja yang menjadi problem direksi masih kurang diyakini oleh kreditor atau yang lain. Kedua, likuidator tidak diberikan kriteria oleh undang-undang, hingga perusahaan Indonesia bisa dilikuidasi oleh orang Taiwan.
Oleh karena itu diharapkan Presiden PPLI, seperti apa likuidator yang dibutukan, maka dari itu setelah calon likuidator mengikuti pendidikan dan latihan, dapat mencetak likuidator yang kompeten dan profesional. Sementara diungkapkan Achsin, dalam perjuangannya akan menguji materi ke Mahkamah Konstitusi, karena likuidator selama ini dianggap seperti makhluk apa. Dan ingin mendapat penafsiran dari MK, seperti apa konkretnya, karena semuanya bisa menyangkut likuidator sosokya bisa direksi atau siapa saja ditunjuk.
Oleh karena itu dari 9 Undang-Undang yang mengamanahkan kalimat likuidator dapat dirangkumkan menjadi satu makna, kendati defenisi likuidator sudah banyak dijelaskan, yang tugasnya menjual asset, membereskan asset. Ditambahkan Anton Silalahi, bahwa kurator bergantung pada hakim pengawas sedangkan likuidator tidak bergantung pada hakim pengawas melainkan bergantung pada persuasi dan memiliki keahlian lebih.
“Jadi kalau ada apa-apa kurator langsung tanya pada hakim pengawas, sedangkan kalau likuidator tidak bisa bergantung pada hakim pengawas. Oleh karena itu dia harus cermat, teliti, dan hati-hati karena tidak ada payung hukum untuk dia. Makanya dibutuhkan keahlian khusus,” tandasnya. dedy mulyadi