Dipanggil MPR Karena Sering Talk Show di Radio dan Televisi

  • Whatsapp
JAKARTA, beritalima.com –  Motivator pertama yang memberikan pelatihan di MPR, 5 September 2016 lalu adalah  Nanang Qosim Yusuf (Naqoy), dihadapan 600 pesertra dari berbagai organisasi, kelompok dan perwakilan-perrwakilan. Dimana acaranya empat pilar yang diisi oleh Zulkifli Hasan Ketua MPR RI, terus ada perwakilan dari Menhan, Menkopolhukam, dan Yayasan Barisan Patriot Bela Negara serta akademisi dari perguruan tinggi.
Dalam paparannya selama 4 jam dari  pukul 13.00 – 17.00 wib, memberikan pelatihan bagaimana peserta menemukan kesadaran bela negara. Kebetulan Naqoy dikenal sebagai penutur kesadaran di Indonesia. Jadi bagaimana oreang berubah dengan basisnya adalah kesadaran. Misalnya orang ingin  nilainya bagus, berbeda dipaksa disuruh belajar oleh orang tuanya dibanding dengan kesadaran sendiri. Oleh karena itu, Empat pilar kesadaran bela negara ini dilatih oleh Naqoy agar peserta berkontribusi kepada bangsa, bukan dipaksa dari peran hari mereka.

“Ini pertama kali MPR mengundang motivator, penulis sepuluh buku semua berhubungan dengan awareness (kesadaran). Buku kesadaran ini telah dibaca oleh beberapa pemimpin di MPR. Kalo klik google, Naqoy larinya kesadaran menjadi kabar baik untuk MPR juga. Malah peserta masih tetap utuh,” tandas Naqoy, seorang Funder dan Master Trainer The7awareness.
Pendiri dan penemu 7 kesadaran itu. Ia telah menulis 10 buku diantaranya adalah, 1. The7awareness, 2. The heart of 7awareness, 3. One Menute Awareness, 4. Awareness of Ramadhan, 5. 21 Days to be Trans Human, 6. Great enterpreneur, 7. Jejak-jejak makna, 8. Satu Menit Yang Mencerahkan, 9. My Name is Naqoy, dan 10. From Good to Great

Lebih lanjut mengenai kehadiran Naqoy di MPR, asal usulnya, para pemimpin negara pernah melihat Naqoy di televisi dan mendengar di radio. Terus temanya memang kesadaran, judulnya kesadaran bela negara. Kata-kata kesadaran itu sudah nyangkut banget ke Naqoy. Bagaimana menyadarkan peserta untuk bela negara karena sadar.

“Kita punya lembaga namanya rumah kesadaran, kantor ini namanya rumah kesadaran. Bahwa apapaun perubahan itu yang paling bagus dari rumah. Di rumahnya dia bahagia, dirumahnya dia senang, di rumahnya penuh cinta. Keluarnya dia gampang nyebarin. Tapi kalau di rumahnya penuh dengan neraka, di luar hanya sebatas sesaat doang dia mencari kedsamaian. Ujungnya adalah senikmat-nikmatnya rumah,” terangnya.

Namun diungkapkan Naqoy alumnus UIN Syarif Hidayatullah, ia menyatakan bahwa seenak-enaknya berjalan keluar negeri nginep di hotel. Paling nikmat di rumah walaupun apa adanya tidak seenak di hotel. Bisa ketemu keluarga dan anak-anak. Itu nikmatrnya tidak bisa dibayar. Rumah itu untuk menjadi pondasi negara kuat. Jadi menurut dia masing-masing rumah dia strong, bahagia, ini negara kuat. Tapi kalau masing-masing rumah isinya pertengkaran, tidak menghargai perbedaan, kebencian dikali berapa rumah bisa ambruk. Maka saya menyebutnya rumah kesadaran.

Membangun bangsa yang kuat dimulai dari rumah kata Naqoy, karena kesadaran itu harus ditanamkan oleh masyarakat. Apalagi kata Nabi Muhammad, rumah adalah surgaku. Bagaimana menciptakan rumah seperti di surga, surga itu gambarannya di kitab suci, enak, dan indah, tidak harus mewah, serta menjadi tempat bahagia.

“Sesibuk-sibuknya kita sampai pulang malem, baliknya ke rumah. Rumah kesadaran ini memberi kontribusi kepada MPR, memberikan motivasi pertama kali untuk peserta agar menemukan kesadaran bela negara. Sehingga kalau dia sadar, dia akan mengaflikasikan empat pilar MPR, dari mulai Pancasila, UUD NRI 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI,” tandasnya.

Kemudian konsep perang sekarang seperti dikatakan Menhan bukan lagi perang militer, tapi perang proxi war, perang mind site (perang pola pikir), perang budaya, dan narkoba. Itulah contoh-contoh perang yang diserang, yang bukan hancurnya dari luar tapi dari dalam. Seperti diungkapkan Soekarno, jamanku lebih mudah tapi jamanmu lebih sulit. Karena mau melawan saudaramu sendiri, teman-temanmu sendiri.

Seperti yang disampaikan di MPR, bagaimana menemukan awareness (kesadaran), titilk balik bahwa yang namanya perubahan, yang namanya kebahagiaan, kemudian ketenangan dimulai dari rumah. Kalau masing-masing ke rumah membuat suasana rumah tempat surga yang bagus, tempat kerja juga enak. Itu bagian dari bela negara. Bela negara bukan sebatas latihan baris berbaris tapi membuat bagaimana Indonesia ini semakin lebih tenang, lebih sukses, semakin lebih hebat. Semakin lebih menghargai perbedaan.

“Itu semua dari rumah, saya bersyukur karena acara kemaren itu dapat waktu lebih lama dan peserta memiliki novel atau buku saya My Name Is Naqoy. Novel itu belum keluar di Gramedia, nanti Januari 2017 tapi mereka sudah memiliki novel itu dan novel ini menginspirasi mereka untuk seperti saya dulu mantan marbot di Masjid,” jelasnya.

Namun ditambahkan Naqoy selama terinspirasi ketika kuliah menjaga sepatu, akhirnya dituangkan dalam novel itu. Bapaknya seorang tukang becak di Cirebon. Walaupun bapaknya tukang becak, dia menyatakan harus sukses agar bapaknya bahagia. Kendati bapaknya tidak bisa baca tulis, tapi anaknya harus ada yang sukses.

“Karena satu keluarga itu harus ada satu orang yang sukses, biar mengangkat derajat orang tua dan harus ada yang siap memilih, apakah jadi pecundang atau pemenang,” imbuhnya. dedy mulyadi

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *