SURABAYA – beritalima.com, Tuntutan dua tahun penjara dirasakan berat bagi Notaris Devi Chrisnawati. Sebagai terdakwa penipuan cek kosong sebesar Rp 4,5 Miliar dia pun meminta keringanan hukuman.
Permohonan tersebut disampaikan Marthasari secara lisan dalam sidang pledoi (pembelaan) di ruang sidang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Sambil menangis Notaris yang berkantor di Jalan Pahlawan No 30 tersebut berharap diberikan putusan seringan-ringannya.
Sebab kata Devi, gugatan perdata yang dia ajukan kepada pelapor sudah dia batalkan. Antara dia dan pihak pelapor juga sudah sepakat menandatangani nota perdamaian.
“Subyek dan obyek hukum dalam gugatan perdata sama yang mulia dengan perkara pidana yang sedang disidangkan kali ini. Maka saya mohon pada yang mulia agar jangan diadili lagi pidanannya,” ujar notaris Devi Chrisnawati dalam persidangan secara online. Rabu (2/12/2020).
Di dalam pledoi yang diucapkan secara lisan, Notaris Devi juga mengatakan selama proses pidananya disidangkan, dia merasa jiwa dan raganya sakit.
Sebab merasa tidak dapat lepas dari jeratan hukum dan tetap ditahan, meski dia sudah mengajukan Permohonan Kewajiban Penudaan Utang (PKPU) atas perkara yang menjeratnya.
“Intinya saya mohon kepada majelis hakim dapat mengadili yang seadil-adilnya dan memberikan hukuman yang seringan-ringannya untuk saya,” paparnya sambil menangis.
Mendengar pembelaan notaris Devi Chrisnawati seperti itu, Hakim Ketua I Ketut Tirta lantas meminta tanggapan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU)
“Bagaimana bu jaksa tentang pledoi yang sudah disampaikan,” tanya Hakim Ketua pada JPU.
“Saya tetap pada tuntutan Yang Mulia.
Apabila dua cek tidak bisa dicairkan maka sudah termasuk tindak pidana penipuan. Dan Pasal 372 bukan merupakan delik aduan, jadi saya menilai tidak bisa dilakukan pencabutan,” Jawab Jaksa Sabetania Paembonan dari Kejati Jatim.
Sebelumnya, Adapun dalam pertimbang dalam tuntutanya, terdakwa Devi sudah tidak bisa melunasi utangnya hingga batas waktu yang ditentukan. Cek yang dijaminkan kepada korban Parlindungan tidak bisa dicairkan karena tidak ada dana di dalamnya.
“Apabila cek tidak bisa dicairkan maka sudah termasuk tindak pidana penipuan,” kata Sabetania.
Terungkapnya kasus ini berawal dari laporan salah satu korbannya, Parlindingan dan Novian Herbowo asal Kota Surabaya karena merasa ditipu.
Sebab, terdakwa meminjam dana ke korban senilai Rp 4,3 miliar untuk offering letter (OL) atau dana pinjaman talangan) perihal persetujuan kredit kepemilikan rumah. Padahal, Offering Letter tersebut fiktif setelah dikroscek di bank.
Terdakwa notaris Devi Chrisnawati menawarkan offering letter (pinjaman dana talangan) Bank CIMB Niaga. Kemudian korban tergiur dijanjikan keuntungan 3,5 persen sampai 5 persen. Misalnya Rp 5 miliar, korban dapat Rp 250 juta.
Terdakwa lantas memberikan jaminan cek bank ke korban. Cek tersebut, sesuai keterangan terdakwa, bisa dicairkan bila sampai jangka waktu yang ditentukan uang belum dikembalikan. Namun saat dicairkan korban, cek tersebut ternyata tidak ada dananya. Setelah jatuh tempo, uang tidak dikembalikan dan saat dicairkan cek dananya tidak mencukupi.
Dari penyelidikan polisi, hingga Juli 2020 sudah ada 15 laporan polisi dengan tersangka yang sama. Nilai kerugian mencapai Rp 65 miliar.
Modus offering letter, paling banyak dipakai terdakwa untuk mengelabui korbannya. Terdakwa juga menggunakan modus menawarkan diri turut menjualkan rumah dengan harga fantastis seperti sekitar Rp 3 miliar.
Setelah sertifikat diserahkan pemilik ke tersangka, sertifikat tersebut diagunkan ke bank. Setelah cair dananya tidak diberikan ke korban. Namun, digunakan terdakwa untuk yang lain.
Dari hasil pemeriksaan polisi terungkap, rata-rata korban tergiur karena profesi terdakwa. (Han)