SURABAYA – beritalima.com, Mantan wakil ketua DPRD kota Surabaya periode 2014-2019, H Darmawan alias Aden tak terima dijatuhi hukuman lebih berat dari rekan. Dia pun berencana mengajukan upaya banding sebagai bentuk perlawanan.
Berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor Surabaya, H Darmawan alias Aden divonis 2 tahun 6 bulan dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan, oleh majelis hakim yang diketuai Hizbullah Idris.
Menurut majelis hakim, mantan wakil Ketua DPRD Kota Surabaya periode 2014-2019 ini dinilai majelis hakim terbukti secara sah dan meyakinkan telah terbukti menyalahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana untuk melakukan korupsi dalam Hibah Jasmas Pemkot Surabaya 2016.
“Mengadili, menyatakan terbukti secara bersama-sama menyalahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana untuk melakukan korupsi. Menghukum terdakawa dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan penjara,” kata Ketua Majelis Hakim Hazbullah Idris di Pengadilan Tipikor, Surabaya.
Sementara koleganya terdakwa Sugito yang juga mantan anggota DPRD Surabaya periode 2014-2019 hanya divonis 1 tahun 8 bulan penjara dan denda sebesar Rp 50 juta atau subsider 3 bulan kurungan oleh hakim Hizbullah Idris pada 3 Maret 2020 lalu.
Usai sidang pembacaan putusan, H Darmawan mengungkapkan kekecewaannya dihadapan awak media.
“Saya bersama tim pengacara saya masih pikir-pikir, semua masih kita pertimbangkan,” kata H Darmawan alias Aden di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Surabaya. Jum’at (13/3/2020)
Menurutnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya sudah bersikap tebang pilih terhadap dirinya, padahal pasal yang dijadikan dasar vonis adalah sama.
“Sikap tebang pilih tersebut saya alami sejak, penyelidikan, penyidikan, penuntutan bahkan sampai vonis. Padahal seperti kita ketahui bersama saya sangat koperatif sedangkan dia tidak,” keluh H Darmawan usai sidang.
Ia menganggap yang patut dihukum berat dalam perkara ini seharusnya adalah Pemkot Surabaya. Lantaran audit BPK ditemukan fakta bahwa dirinya tidak terbukti melakukan korupsi dan merugikan keuangan negara, tapi hanya dianggap telah menyalagunakan kewenangannya.
“Wewenang masalah Jasmas ini bukan di DPRD, tapi ada ditangan Pemkot Surabaya. Itu terbukti dari 5000an proposal yang dibawah anggota dewan, ternyata hanya 40 persen yang disetujui Pemkot. Itu artinya hanya Pemkot saja yang berhak menyetujui atau tidak, seharusnya pihak pemkotlah yang dikenakan pasal penyalagunaan kewenangan dan jabatannya, bukan saya,” tandasnya.
Terpisah Ugik Rahmantiyo, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tanjung Perak yang hadir dalam sidang vonis menandaskan bahwa pihaknya menghormati putusan dari majelis hakim, menurutnya berdasarkan fakta-fakta persidangan memang demikan peran dari terdakwa H Darmawan.
“Sesuai yuridis fakta memang demikian, kami tidak berkomentar banyak,” tandas Ugik. (Han)