JAKARTA, beritalima.com- Djuyoto Suntani, beberapa waktu ini viral di whatsapp group. Penyataan Djuyoto yang merupakan presiden dari organisasi perdamaian dunia yang didirikannya, The World Peace Committee (TWCP), meminta PSBB di seluruh Indonesia disetop ramai diperbincangkan.
Djuyoto Suntani sudah mengelilingi 90 persen negara yang ada di bumi ini. Ia bermimpi ingin mewujudkan tatanan dunia baru. Ambisi itu sudah ada di benaknya ketika masih kecil.
Namanya dibicarakan setelah dia meminta Presiden Jokowi agar menghentikan PSBB di seluruh Indonesia.
Ia, lahir di Jepara, Jateng. Lalu ia menceritakan tentang keluarganya. Ia merupakan anak pengurus desa. Ia memiliki lima saudara.
“Saya diapit kakak Naryo dan adik Yatman, [mereka] meninggal. Orang Jawa sebut anak kuwung (pelangi),” lanjutnya.
Karena tradisi itu ia diharuskan memakai kain tujuh rupa warna pelangi ketika disunat. Namun malangnya, ia mengalami kehabisan darah setelah disunat.
“Ketika disunat pada umur 11 tahun, pakai dukun kampung, [saya] meninggal karena kehabisan darah. Setelah 8 jam dibawa ke makam, alhamdulilah hidup lagi sampai sekarang,” akunya.
Djuyoto tak mempunyai banyak teman pada saat kecil. Bahkan tak ada katanya. Ia lebih memilih merenung dan belajar dengan alam. Dari renungan inilah, ia berniat mengubah tatanan dunia.
“Tinggal di desa saya anggap dunia paling timur Gunung Muria, kemudian paling jauh itu Laut Jawa karena matahari tenggelam di sana, saya terus merenung,” kenangnya.
Djuyoto menghabiskan masa kecil di Jepara. Ia pernah sekolah di SMAN Jepara. Lalu, ia melanjutkan kuliah di Yogyakarta. Ia juga studi S2 dan S3. Akan tetapi, ia tak menyebutkan nama kampusnya.
“Kuliah di Yogya, di beberapa tempat kemudian ambil S2 dan S3 di luar (negeri),” ucapnya.
Sebelum mendirikan dan menjadi presiden The World Peace Committee (TWPC), ia sempat berprofesi sebagai wartawan. Ia bekerja untuk media ‘Kedaulatan Rakyat’ di Yogyakarta sekitar tahun 1980-an. Lalu, ia pindah ke media ‘Prioritas’ pada 1986.
“Saya ingin tahu profesi yang mandiri dan fleksibel jadi saya jadi wartawan,” tandasnya.
Ia tak menceritakan lebih lanjut pekerjaan selanjutnya setelah mundur dari dunia media. Ia lalu membentuk TWPC pada 1997 di Swiss. Hingga namanya kemudian ‘mendunia’.
Dia menciptakan gerakan perdamaian lewat Gong Perdamaian Dunia. Sejumlah gong telah ditempatkan di beberapa daerah di Indonesia dan luar negeri, sebagai simbol perdamaian dunia.
Pada 2007, Djuyoto menulis buku berjudul ‘Tahun 2015 Indonesia Pecah’. Dia memprediksi Indonesia akan pecah menjadi 17 karena konspirasi global, yang dimulai dengan krisis ekonomi tahun 1997.
Djuyoto Suntani pernah mengeluarkan biografi dalam bentuk film dan buku. Film dengan judul ‘Bapak Pemersatu Bangsa’ itu diluncurkan di Pendopo Kabupaten Jepara pada 3 Januari 2009. (Red)