Langit Malam Tersenyum Cerah, Shaushufufakum Dikalahkan Physical Distancing

  • Whatsapp

ADA fenomena alam yang langka terjadi di musim wabah virus corona atau Covid-19 saat ini. Setelah melewati peringatan Nuzul Quran, 17 Ramadhan 1441 Hijriyah, di bulan puasa ini, para pengamat alam semesta berbicara. Mereka mempergunjingkan situasi yang terjadi di jagat raya.

“Langit Tersenyum”, di kala malam semakin cerah. Inilah fenomena yang terjadi di kawasan khatulistiwa saat-saat menjelang menjelang Idulfitri, 1 Syawal 1441 H. Kendati tak diramaikan oleh shalat tarawih dan tadarus Al Quran, nuansa Islami benar-benar “terasa”. Terasa berbeda dari biasanya.

Memang, suasana malam di bulan puasa dan kegiatan rutin menjelang hari raya, memang berubah total. Boleh di sebut berbalik arah, bertolak belakang. Kalau biasanya shalat di masjid berjamaah, shaf dirapatkan dan lurus. Imam menyerukan kalimat berbahasa Arab, “shauu shufufakuum” — rapatkan dan luruskan shaf. Sertamerta jamaah merapat dan bergeser meluruskan barisannya.

Kini di zaman pandemi wabah corona, shaf direnggangkan. Seruan imam itu kalah dengan ketentuan physical distancing — jaga jarak fisik antar manusia dan mencegah kerumunan. Tidak hanya itu, jika ada kaum ibu yang biasanya menggunakan cadar, menutup muka, dianggap aneh. Sekarang justru tak tarbatas, semua, termasuk kaum bapak diwajibkan menutup mulut dan hidung dengan APD (Alat Pelindung Diri) bernama: masker. Muka terttutup, kecuali bagian mata.

Keharusan berkunjung yang disebut bersilaturahim atau silaturahmi, juga dicegah. Tradisi mudik atau pulang kampung di akhir Ramadhan untuk bersama-sama kumpul keluarga saat Idulfitri juga dilarang. Suasana ramai menjelang lebaran, berebut naik kendaraan “dihentikan”. Transportasi darat, laut dan udara, dibatasi. Kegiatan penerbangan, perjalanan kereta api dan mobil antarkota, antar provinsi, diperketat.

Maka diberlakukanlah “lock down”. Apakah arti lockdown itu? Secara harfiah maknanya: “dikunci”. Istilah di masa pandemi Covid-19, artinya menutup akses masuk dan keluar suatu wilayah. Namun, untuk menghindari ketentuan tentang lockdown yang sesungguhnya, pemerintah kita mengalihkannya menjadi karantina atau pembatasan. Nah, istilahnya diubah menjadi PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).

PSBB yang diberlakukan di wilayah itu, di samping menjaga jarak, juga pengawasan cukup ketat terhadap aktivitas penduduk. Pemerintah setempat mengeluarkan peraturan-peraturan. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 tahun 2020, dijabarkan lagi dengan Pergub (Peraturan Gubernur), Perwako (Peraturan Walikota) dan Perwabup (Peraturan Bupati). Isinya, itu tidak boleh, ini dilarang dan sebagainya. Hasilnya, terjadi berbagai pelanggaran dan ketidakpatuhan.

Sekarang yang berlaku adalah sistem komunikasi jarak jauh. Gambar dan suara bisa diperlihatkan dan diperdengarkan melalui online, video call dan teleconference. Berbagai pola dilakukan dengan komunikasi bergambar jarak jauh ini. Semua, mulai dari kerja di pemerintahan, kegiatan bisnis dan usaha, pendidikan, tabligh dan ceramah agama, misa dan kebaktian, serta berbagai jenis peribadatan semua agama.

Walaupun sudah diberlakukan berbagai ketentuan PSBB, namun wilayah terpapar virus corona terus meluas, jumlah warga yang terinfeksi positif tidak berkurang. Upaya mencegah dengan masih tidak menentu. Sampai kapan pandemi atau penularan secara global ini berhenti, masih tetap ¥abu-abu. Tidak jelas. Yang jelas adalah, rumah sakit semakin tak mampu menampung pasien posiitif corona. Tempat-tempat karantina, isolasi dan observasi terus ditambah. Beberapa hotel berubah menjadi rumah sakit.

Di balik itu semua, puasa di bulan Ramadhan ini hampir berakhir. Idulfitri semakin dekat, lebaran sebentar lagi. Suasana menjelang lebaran tahun ini memang terasa berbeda. Biarlah! Yang penting semua itu harus dilewati. Ini adalah zaman kita, zaman yang akan dicatat dan berbicara kelak di zaman anak-cucu kita. Ini bagian dari sejarah kehidupan manusia di alam raya ini.

Kembali ke suasana menjelang idulfitri itu, para astronomi, pengamat jagat raya melihat “langit malam tersenyum”. Katanya, udara menjadi jernih dan cerah. Dikatakan, jika tak percaya, lihatlah sendiri ke angkasa di malam hari. Bulan sabit, Planet Jupiter dan Planet Venus seperti ingin bermain dengan kita.

Di manapun Anda berada di dunia salah satu buah dari pembatasan gerak secara global, atmosfer bumi menjadi lebih terang, tak terganggu polusi, jadi kita bisa melihat langit malam dengan lebih jelas.
Keluarlah di malam hari, dan manfaatkan sebaik-baiknya. Bumi dan bulan berada di orbitnya masing-masing. Bulan sabit pada bulan Mei bisa terlihat seperti senyum raksasa di cakrawala, tergantung di mana kita berdiri.

Namun yang akan membuat fenomena ini sangat spesial adalah berkat adanya dua planet paling terang, Venus dan Jupiter, yang terlihat di atas bulan sabit, dan memberi kesan bahwa keduanya menjadi “mata” yang melengkapi senyum si bulan sabit.

Tata surya seperti sedang tersenyum kepada kita manusia di bumi. Mengucapkan selamat atas mereka yang berpuasa. Mereka yang sudah menjalani rasa haus dan lapar, serta hidup gelisah dan mencekam tatkala wabah corona menjadi pandemi.

Marilah kita menadahkan tangan ke hadhirat Tuhan Yang Maha Kuasa, kita berdo’a, semoga badai corona cepat berlalu. Kita sambut sukacita dengan bersyukur kepada Allah, menyambut Idulfitri 1 Syawal 1441 Hijriah. Selamat berhari raya, “tanpa jabat tangan” mari kita saling bermaafan. Minal aidin wal faizin. Maafkan lahir dan batin, (**)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait