JAKARTA, Beritalima.com– Wakil Ketua Umum Komisi X DPR RI, Dr Hj Hetifah Sjaifudian mengaku, memahami kebijakan 4 menteri yang bersifat multidimensional terkait perluasan zona yang diperbolehkan menjalankan pembelajaran tatap muka.
Meski begitu, kata politisi senior Partai Golkar itu dalam keterangan persnya kepada Beritalima.com, Sabtu (8/8), dia menekankan bahwa kesehatan dan keselamatan tetap harus menjadi prioritas.
“Harus ada mekanisme dari pemerintah untuk mengontrol sekolah yang akan dibuka benar-benar memenuhi daftar periksa. Itu jangan sampai hanya menjadi formalitas dan di lapangan tidak dilakukan. Jika perlu, adakan sidak guna memantau keberjalanannya. Dan, beri sanksi sekolah atau Pemda yang terbukti belum memenuhi prasyarat tapi sudah berani membuka,” kata Hetifah.
Wakil rakyat dari Dapil Provinsi Kalimantan Timur tersebut berharap, fasilitas Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) tetap diadakan buat orang tua murid yang memilih tidak memasukkan anaknya ke sekolah.
Misalksn ada sekolah dibuka, tapi sebagian orang tua belum nyaman memasukkan anaknya, mereka juga harus difasilitasi untuk tetap menjalankan PJJ.
Selain itu, proses belajar mengajar di kelas divideokan atau siswa lain bisa mengikuti melalui aplikasi telekonferensi. “Jangan sampai karena sekolah dibuka dan mayoritas siswa masuk sekolah, mereka yang memilih untuk tetap di rumah jadi terdiskriminasi,” jelas dia.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar bidang Kesra tersebut berharap kurikulum adaptif ini dapat digunakan bukan hanya mereka yang melakukan PJJ, tapi juga yang melakukan pembelajaran tatap muka di sekolah.
“Meski Kemendikbud memberikan opsi menggunakan kurikulum sederhana atau tetap yang biasa, saya sarankan lebih baik sudah semuanya pakai yang sederhana saja. Yang tatap muka di kondisi seperti ini pasti akan stres kalau disuruh mengejar materi terlalu banyak. Guru juga bakal banyak bebannya, karena harus mengajar lebih dari satu shift,” jelas Hetifah.
Sebab itu, politisi senior ini berharap menyekolahkan siswa menjadi opsi terakhir jika PJJ benar-benar tidak dapat dilaksanakan. Dari Pemerintah tidak mewajibkan, tapi membolehkan.
“Saya berharap kebijakan Pemda, Kepala Sekolah dan orang tua murid sebagai garda terakhir mempertimbangkan keputusan ini. Kalau memang masih bisa di rumah, sebaiknya di rumah saja. Tapi kalau sulit dengan alasan keterbatasan internet, atau orangtua bekerja, barulah tatap muka sebagai opsi terakhir dengan protokol yang ketat.” demikian Dr Hj Hetifah Sjaifudian.
Ya, akhir pekan ini Pemerintah mengumumkan penyesuaian pembelajaran di masa pandemi Covid-19 melalui kanal youtube Kemendikbud RI. Hadir memberikan pengumuman Menko PMK Muhadjir Effendy, Nadiem Makarim (Mendikbud), Doni Monardo (Ketua Gugus Tugas penanganan Covid-19), Tito Karnavian (Mendagri), Terawan (Menkes) dan Menteri Agama Fachrul Razi.
Dalam pertemuan itu, Nadiem mengumukan diumumkan revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri 4 menteri soal perluasan zona yang diperbolehkan menjalankan pembelajaran tatap muka. “Zona kuning sekarang diperbolehkan melalukan tatap muka. Sekali lagi, kalimatnya adalah diperbolehkan, bukan diwajibkan,” ujar Nadiem.
Ditegaskan, keputusan membuka atau tidak tetap kewenangan Pemda dan kepala sekolah. “Pembukaan sekolah tetap mengikuti protokol yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu diizinkan Pemda atau Kanwil setempat, terpenuhinya daftar periksa oleh satuan pendidikan dan ada persetujuan orangtua murid,” kata Nadiem. (akhir)