Jakarta–Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian di desak untuk melakukan investigasi secara menyeluruh terhadap merebaknya penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak khususnya sapi, kerbau dan kambing mengingat Indonesia sebelumnya sudah dinyatakan bebas dari PMK.
Desakan itu disampaikan anggota anggota Komusi IX dari FPDIP Muhammad Nabil Harun, anggota Komisi IV Luluk Nur Hamidah dan Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, Kamis (15/6/2022) di media center DPR.
”Kita ini kan sudah bebas PMK lama kok tiba-tiba muncul PMK. Makanya perlu ada iinvestigasi, karena kerugian yang ditimbulkan oleh PMK ini juga tidak kecil, hampir mencapai 9,9 triliun, mulai produktivitas kemudian banyaknya hewan yang mati. Ini bukan persoalan kecil, ,’kata Nabil Harun.
Nabil Harun yang akrab disapa Gus Nabil ini mengatakan, Investigasi sebagai syarat mutlak. Bagaimana ini terjadi. Seperti virus komputer yang diciptakan, apakah virus PMK ini juga sengaja diciptakan.
Walaupun ini diklaim oleh WHO dan Menteri kesehatan bahwa PMK menular ke manusia. Namun tidak boleh Jumawa. ”Kayak Covid 19, kita tidak menduga akan bermutasi begitu hebat dan membahayakan, ”katanya.
Nabil juga setuju agar hewan yang kena PMK di musnahkan. Namun begitu pemerintah harus memberi konpensasi buat ternak milik petani yang dimusnahkan.
Hal senada juga diungkapkan Tulus Abadi. Menurutnya inveatigasi perlu dilakukan. ”Kita ingin ada pernyataan resmi dari pemerintah wabah ini dari mana karena ini menjadi sumber persoalan,’katanya.
Tulus mengatakan meski PMK ini dikonformasi sudah lama, namun hingga kini dia belum melihat pemerintah menyatakan keadaan darurat terhadap penanganan wabah ini.
Padagal penyakit ini semakin meluaskan mula-mula muncul dari Jawa timur, kemudian Jawa tengah kemudian sampai ke Banda Aceh menjadi 9 provinsi sekarang sudah 21 provinsi.
”Kerugian sosial ekonominya kalau dari diskusi yang saya ikuti, itu bisa lebih besar dibanding kerugian sosial ekonomi dari wabah covid itu sendiri, ya kalau bicara soal kerugian sosial ekonominya,’katanya. (ar)