JAKARTA, Beritalima.com– Berbagai tindak kekerasan seksual terhadap perempuan belakangan semakin marak terjadi. Terbaru tenaga honorer SMA Negeri VII Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Baig Nulir menjadi korban pelecehan seksual.
Melaporkan tindakan kekerasan yang dialami dirinya, Baiq Nulir malah dikriminalisasi dengan vonis penjara enam bulan dan denda Rp 500 juta. Padahal, saksi UU ITE dari Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam persidangan sudah menyatakan, yang dilakukan Baiq Nuril tidak melanggar UU ITE.
Dalam menjatuhkan vonis, hakim seperti kekurangan dasar hukum dan terkesan tidak cermat lantaran tidak adanya UU Penghapusan Kekerasan Seksual yang menjadi dasar utama pembelaan terhadap kaum perempuan.
“Apa yang terjadi terhadap Baiq Nuril harus dituntaskan secepatnya, karena ini bukan hanya menyangkut pribadi beliau melainkan juga menjadi pembelaan terhadap harkat, derajat dan martabat perempuan umumnya,” kata Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo dalam keterangan persnya, Senin (19/11).
Dikatakan, DPR RI bersama pemerintah akan mengebut penyelesaian RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. “Setelah mendapat banyak masukan dari berbagai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), Panita Kerja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual DPR RI akan memformulasikannya ke dalam berbagai pasal-pasal,” kata politisi senior Partai Golkar ini.
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual bukan hanya akan mengatur hukum terhadap pelakunya, tetapi juga akan memberikan perlindungan kepada korban. Terutama juga memfokuskan kepada tindakan pencegahan atau langkah preventif.
Berbagai pihak sudah dilibatkan dalam pembahasan RUU itu, antra lain Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Perwakilan Umat Budha Indonesia (Walubi), Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), Komnas Perempuan, Aliansi Cinta Keluarga Indonesia dan para pakar hukum pidana.
Pelibatan organisasi keagamaan dimaksudkan agar RUU tersebut bisa kuat secara aspek moral dan agama. Dengan demikian akan memperkuat ruh dalam implementasinya di lapangan.
Jika ada anggapan DPR RI tidak serius menyelesaikan RUU ini karena sebagian besar anggota dewan adalah pria, ini salah besar. Kekerasan seksual tak hanya terjadi pada perempuan saja, kaum pria dengan maskulinitasnya juga rentan terhadap kekerasan seksual.
“Disahkannya RUU itu akan menjadi salah satu jalan keluar agar tindak kekerasan seksual bisa diproses tuntas secara hukum. Sekaligus menjadi pegangan bagi para penegak hukum agar bisa memberikan keadilan,” demikian Bambang Soesatyo. (akhir)