DPRD Minta Walikota Padang Ikut Pro Aktif Perjuangkan Nasib Nelayan

  • Whatsapp

PADANG,beritaLima — Walikota Padang diminta ikut pro aktif memperjuangkan nasib nelayan Kota Padang. Hal itu terkait dengan susahnya mengurus perizinan sehingga membuat nelayan tak berani melaut karena tak punya surat-surat izin. Karena nelayan tidak punya SLO (surat layak operasional) dari Syahbandar serta SIB (Surat Izin Berlayar) dari PSDKP tidak dikeluarkan, maka ketika ada razia, nelayan tetap ditangkap pihak terkait.

Seperti diketahui, perizinan kapal 30 GT ke atas harus diurus langsung ke pusat. Sebelumnya sudah pernah dilakukan penandatanganan kesepakatan antara KUD MINA Gates dengan penegak hukum terkait, yakni Badan Intelijen Daerah(BINDA) Sumbar, Kajari, Syahbandar, Pol Air, Lantamal, DKP Sumbar, PSDKP termasuk PPS Bungus untuk memberikan kesempatan belajar bagi nelayan-nelayan Sumbar. Namun, sayangnya masih ada nelayan yang ditangkap ketika melaut.

Hal itu dikatakan Ketua Komisi II, Yandri Hanafi saat rapat kerja dengan Komisi II DPRD Kota Padang Urusan Ekonomi dan Keuangan Sabtu (4/2/2017) siang di lantai II Gedung DPRD Padang. Raker tersebut dalam rangka mengetahui program kerja, pendapatan, serta sejauh mana pelaksanaan program yang telah dijalankan maupun yang masih tertinggal.

Raker dipimpin Ketua Komisi II DPRD Padang Yandri Hanafi didampingi Wakil Ketua Komisi II Yulisman serta diikuti anggota Komisi II Mizwar Jambak, Masrul Rajo Intan dan Muzni Zen. Sementara, dari DKP dihadiri Kepala DKP Padang, Zalbadri dan sejumlah Kabid.

“Kasihan kita karena ini adalah permasalahan hajat hidup orang banyak. Bayangkan saja ada sekitar 70 nelayan yang anggota nya sekitar 25 orang masing-masing kapal ditambahkan anggota keluarga mereka. Saat ini, sudah satu tahun nelayan Kota Padang tidak berlayar. Itu yang akan jadi pengangguran dan bagaimana ekonomi mereka. Untuk apa kesepakatan dibuat yang telah ditandatangani kalau tidak ada realisasinya,” kata Yandri.

Apalagi sebelumnya DPRD Padang sudah pernah memperjuangkan nasib nelayan Kota Padang ke Dirjen Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hasil yang didapat pada waktu itu adalah agar walikota membuat surat secara tertulis dan menjelaskan secara spesifik mengenai kondisi nelayan di Sumbar, khususnya Kota Padang.

Hal senada disampaikan Yulisman, Wakil Ketua Komisi II DPRD Padang. Dalam kesempatan itu, ia menegaskan agar Walikota Padang membuat surat secara tertulis untuk memperjuangkan nasib nelayan di Kota Padang. Karena, persoalan itu bukan saja masalah makan, tapi juga mengenai pendidikan anak-anak mereka.

“Kami dari Komisi II DPRD Kota Padang meminta melalui dinas agar pemerintah pusat melalui pemerintah provinsi harus konsisten dengan kesepakatan yang telah dibuat oleh masyarakat nelayan kita. Kehidupan masyarakat nelayan kita harus berjalan,” tegas Yulisman.

Anggota Komisi II DPRD Padang, Masrul Rajo Intan beserta Muzni Zen menambahkan, dinas terkait diminta segera mencarikan langkah – langkah, konsep atau solusi bagaimana agar nelayan bisa melaut kembali. Apalagi, kondisi seperti itu sudah berjalan selama satu tahun.

“Pada Februari 2017 ini kami dari Komisi II DPRD Padang akan melakukan kunjungan kerja ke Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk membicarakan hal ini. Semoga nelayan nasib nelayan kita di Sumatera Barat khususnya Kota Padang mendapat titik terang,” tutupnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan(DKP) Padang, Zalbadri mengatakan, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Padang saat ini terkendala regulasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam mendapatkan pendapatan. Sebelumnya, DKP bisa melakukan penarikan retribusi di TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Bungus. Namun, saat ini tidak dibenarkan lagi untuk menarik retribusi di TPI Bungus.

Dikatakan Zalbadri, dengan adanya UU 23 tahun 2014 tentang Pengawasan Sumber Daya Kelautan, penentuan tata ruang laut serta penyuluhan yang status kepegawaiannya, semua kewenangan telah diserahkan ke Pemerintah Provinsi. Izin – izin yang dikeluarkan DKP sekarang sudah dipindahkan ke provinsi, seperti izin kapal 5GT, 10GT, 30GT, sedangkan untuk 30GT ke atas izinnya harus ke pemerintah pusat atau Kementerian.

“Permasalahan yang terjadi pada nelayan akan segera kita tindak lanjuti dengan menemui pihak terkait. Kita akan meminta secara tertulis terkait kesepakatan yang telah sama – sama ditandatangani tersebut,” ungkap Zalbadri. 

(pdm/bim/rki)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *