SURABAYA – beritalima.com, Psikolog dari Universitas Indonesia Dra. A. Kasandra Putranto dihadirkan Fransisca (Penggugat) dalam sidang pembatalan penetapan Pengampuan nomor 108/Pdt.P/2022/PN Sby tanggal 9 Februari 2022 yang di peroleh Justini Hudaja (Tergugat) terhadap adik perempuannya yang bernama Harjanti Hudaya.
Dalam sidang Kasandra menyebut dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa dijelaskan bahwa pemeriksaan mental terhadap pasien yang berstatus tersangka harus dilakukan oleh Tim dan diketuai oleh dokter spesialis kedokteran jiwa dan dapat melibatkan dokter spesialis lain, dokter umum, dan atau psikolog klinis.
“Tim itu ditunjuk oleh direktur rumah sakit pemerintah,” katanya diruang sidang Kartika 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Senin (2/10/2023).
Menurut Kasandra, permintaan pemeriksaan kesehatan jiwa terdahap pasien yang berstatus tersangka berdasarkan Permenkes RI Nomor 77 Tahun 2015 pasal 71, 72 dan pasal 73 harus didasari surat permohonan resmi dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, atau lembaga negara penegak hukum lainnya yang ditetapkan undang-undang.
“Hasil pemeriksaan kesehatan jiwa untuk kepentingan penegakan hukum hanya diberikan kepada instansi yang mengajukan permintaan. Untuk pembayarannya menjadi tanggung jawab dari pihak yang memberi perintah pemeriksaan kesehatan jiwa dalam hal ini adalah Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan atau lembaga negara penegak hukum lain yang ditetapkan undang-undang. Dalam laporannya pun harus ada tulisan Pro Justisia,” lanjut Kasandra yang 30 tahun berpengalaman di bidang Psikologi Klinis dan 21 tahun pengalaman di bidang Psikologi Forensik.
Ditanya oleh ketua tim kuasa hukum Fransisca, Ir. Andy Darti SH,.MH apakah orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) bisa dikategorikan cakap hukum atau tidak cakap hukum?
“Umumnya cakap hukum, kecuali apabila ternyata ada gejala yang berat sekali dan itu harus ditunjang dengan hasil pemeriksaan yang sakit. Dari 1260 tersangka yang saya periksa semuanya berusaha untuk melepaskan diri dari jerat hukum,” jawabnya.
Dalam persidangan Kasandra juga menjawab tidak lazim dan tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan ketika ditanya apakah surat keterangan pemeriksaan kesehatan jiwa terhadap pasien yang berstatus tersangka bisa dikeluarkan berulang-ulang setiap 6 bulan sekali tanpa disertai dengan adanya permintaan dari Kepolisian, Kejaksaan atau Pengadilan.
Dalam pasal 44 ayat 1, disebutkan seseorang bisa dinyatakan tidak bisa dilanjutkan proses hukumnya, jika terbukti terganggu kejiwaannya. Untuk tersangka yang mengalami gangguan kejiwaan mengalami perawatan sekurang-kurangnya 1 tahun lamanya,” imbuh Kasandra.
Diketahui, Tanggal 21 Februari 2020, Fransisca (Penggugat) melaporkan Subandi Gunadi dan Harjanti Hudaya ke Polda Metro Jaya dengan Laporan Polisi No. LP/1215/II/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ atas dugaan Tindak Pidana Penipuan atau Penggelapan yang menimpahnya sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP atau Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Kemudian Harjanti Hudaya dan suaminya yang bernama Subandi Gunadi ditetapkan sebagai Tersangka di Polda Metro Jaya. Sekitar bulan November 2021 atau saat keduanya akan dilakukan penangkapan dan penahanan, tiba-tiba saja Harjanti Hudaya mendadak sakit yakni Stress menuju “Gila”.
Karena “Gila” maka untuk sementara penyidik tidak menahan Harjanti Hudaya, namun Subandi Gunadi tetap ditahan berdasarkan Surat Nomor : B/21573/ XI/RES. 1.11/2021/Ditreskrimum tertanggal 05 November 2021.
Tanggal 5 November 2021, Subandi Gunadi menjalani proses Tahap Dua, penyerahan Tersangka dan Barang Bukti di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Tanggal 22 Febuari 2022, berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Utara, perkara dengan terdakwa Subandi Gunadi teregister dalam perkara No. 144/Pid. B/2022/PN.Jkt.Utr rencana dibacakan surat dakwaan.
Namun pada tanggal 17 Januari 2022, ternyata Justini Hudaja (Tergugat) telah mengajukan permohonan penetapan pengampuan di Pengadilan Negeri Surabaya yang teregister dalam perkara Nomor : 108/Pdt.P/2022/PN Sby terhadap Harjanti Hudaya, yang tidak lain adalah adik kandungnya sendiri.
Selanjutnya pada hari Rabu, tanggal 9 Februari 2022 Permohonan “Pengampuan” yang diajukan oleh Tergugat Justini Hudaja dikabulkan oleh Hakim Tunggal Suparno dengan amar putusan, menetapkan Justini Hudaja sebagai Pengampu dari Harjanti Hudaya.
Merasa dirugikan dengan penetapan pengampuan tersebut, Fransisca menggugat pembatalan penetapan Pengampuan yang di peroleh Justini Hudaja (Tergugat) terhadap adik perempuannya yang bernama Harjanti Hudaya ke Pengadilan Negeri Surabaya.
Fransisca merasa, penetapan pengampuan tersebut disalahgunakan oleh Harjanti Hudaya untuk menghindar dari proses hukum yang menjeratnya di Polda Metro Jaya bersama-sama dengan suaminya, Subandi Gunadi. (Han)