JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Dr H Mulyanto menolak upaya Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengganti draft Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dengan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Menurut Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri dan Pembangungan tersebut, RUU HIP dan RUU BPIP adalah dua produk hukum yang berbeda, baik dari segi substansi maupun statusnya.
Dengan demikian Pemerintah tidak bisa begitu saja mengganti RUU HIP dengan RUU BPIP. Jika Pemerintah berinisiatif mengajukan RUU BPIP ke DPR, prosesnya harus sesuai dengan UU No: 12/2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Tidak bisa langsung mengusulkan draft RUU baru sebagai pengganti RUU inisiatif DPR RI.
Karena itu, politisi senior tersebut meminta, DPR dan Pemerintahan Jokowi harus menghormati ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan yang ada.
DPR RI tidak dapat serta-merta menukar-guling antara RUU HIP dengan RUU BPIP sebagaimana yang diusulkan Pemerintah. “Kedua RUU itu sangat berbeda, karenanya tahapan pembahasannya harus mengikuti prosedur, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang ada,” kata Mulyanto dalam keterangan pers yang diterima Beritalima.com, Minggu (19/7)/
Menurut Mulyanto, ada beberapa alasan kenapa RUU BPIP tidak dapat dijadikan materi pengganti RUU HIP. Pertama dari sisi judul dan subtansi. Menurut Pemerintah kedua RUU tersebut sangat berbeda. Karena berbeda obyek dan norma yang diatur, maka jumlah Bab dan pasalnya pun berbeda pula.
RUU HIP mengatur haluan ideologi Pancasila bagi penyelenggara negara dan masyarakat. Sementara RUU BPIP berisi ketentuan yang mengatur kelembagaan Badan Pembina Ideologi Pancasila, yang sekarang ini dasar hukumnya berupa Peraturan Presiden.
Kedua, dari segi inisiator. RUU HIP adalah RUU inisiatif DPR RI. Sedang RUU BPIP adalah RUU inisiatif Pemerintah. Ketiga, dari segi status. RUU HIP adalah salah satu dari RUU yang masuk dalam Prolegnas Prioritas 2020, yang telah selesai dibahas Alat Kelengkapan Dewan (AKD), ditetapkan dalam Sidang Paripurna, dan telah dikirim kepada Presiden dan mendapat jawaban Surat Presiden (Surpres).
Sementara RUU BPIP baru saja diserahkan oleh pihak Pemerintah, yang tindak lanjutnya masih harus dibahas dan ditetapkan oleh Sidang Paripurna DPR RI.
Mulyanto menambahkan pembahasan RUU BPIP itu harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Mesti melalui konsutasi publik, untuk menyerap aspirasi masyarakat seluas-luasnya. Kemudian disusun DIM (Daftar Inventaris Masalah) oleh DPR, untuk selanjutnya dibahas bersama dengan Pemerintah sebagai pihak pengusul. Tidak bisa serta-merta ditukar-guling dengan RUU HIP.
“Selain itu, secara politik, publik sudah memiliki catatan negatif terhadap RUU HIP ini. Jadi RUU ini tidak layak untuk diteruskan. Karenanya langkah yang paling aspiratif dan mudah diterima akal publik menurut PKS adalah cabut RUU HIP dari Prolegnas Jangka Menengah 2019-2024. Baru kemudian bahas tindak lanjut usulan Pemerintah tentang RUU BPIP,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)