PANDAAN, Beritalima.com|
Gemuruh suara tiga pesawat Dakota terbang melintasi langit. Menebarkan pamflet yang kemudian dipunguti oleh rakyat pribumi Surabaya. Isinya: Sekutu mengultimatum agar TNI dan rakyat Indonesia menyerahkan senjata tanpa syarat.
Demikian cuplikan adegan menarik drama kolosal berjudul Juang 10 November, yang dimainkan oleh 850 siswa SD Maarif Jogosari, Kec. Pandaan. Kab. Pasuruan, di halaman sekolah, Jumat (10/11) pagi. Meski pesawat itu hanya terbuat dari karton, tetapi para siswa toh terlihat gembira memainkan pementasan itu.
Ya, banyak cara dilakukan untuk memeringati hari Pahlawan. SD di Jln Sedap Malam itu merayakannya dengan menggelar drama kepahlawanan. Acara berlangsung seru sepanjang 90 menit. Seluruh siswa mulai dari kelas 1 hingga kelas 6 dilibatkan sebagai pemain.
Panggungnya bukan panggung biasa. Seluruh halaman sekolah digunakan sebagai arena pertunjukan, mirip teater rakyat terbuka. Adegan demi adegan mengalir yang menggambarkan fragmen perjalanan negeri Nusantara yang kaya sumber alam tetapi senantiasa diincar oleh penjajah seperti Belanda dan Jepang. Ketika sudah merdekapun masih diusik, hingga pecah pertempuran berdarah 10 November 1945 di Surabaya.
“Kami memang tidak ingin ada siswa yang jadi pemain dan ada yang cuma menjadi penonton. Semua siswa harus terlibat. Ini bukan sekedar pementasan drama. Kami menyebutnya sebagai perayaan bersama menyambut hari Pahlawan,” kata Hj. Nurul Khusnaini, S.Pd, Kepala SD Maarif Jogosari Pandaan seusai acara.
Suasana sekolah seolah berubah menjadi zaman perjuangan karena semua siswa mengenakan konstum sesuai peran masing-masing. Ada yang berkebaya, mengenakan seragam Belanda, Jepang, tentu saja ada pejuang yang mengangkat bambu runcing. Tampil sosok Bung Karno, Bung Hatta, dan Bung karno. Tidak ketinggalan muncul KH Hasyim Ashari yang menyerukan Komando Jihad pada 22 Oktober 1945, yang kelak dijadikan sebagai hari Santri.
Adegan menarik terjadi saat momen penyobekan bendera merah putih biru yang berkibar di salah satu tiang hotel Yamato. Dengan heroik beberapa siswa yang memerankan sebagai pemuda pribumi memanjat tangga, lalu menurunkan bendera Belanda, membuang warna birunya dan mengibarkan kembali. Sebuah perlawanan simbolis yang gagah berani dengan pertaruhan nyawa dari arek-arek Suroboyo waktu itu.
Pembacaan teks proklamasi oleh Presiden Soekarno, pidato Bung Tomo yang berapi-api, penderitaan rakyat saat kerja rodi, peran santri dan ulama dalam membela negara, hingga taktik perang gerilya kiranya menjadi sederet materi mata pelajaran berharga bagi siswa. Pendidikan sejarah tersaji dalam kemasan drama kolosal yang menarik. Dan mereka terlibat di dalamnya.
“Saya lihat anak-anak antusias sekali. Cukup totalitas saat memainkan peran. Pembelajaran seperti ini pasti akan berkesan bagi anak-anak sampai dia besar nanti. Mereka jugfa bisa membayangkan kesengsaraan bangsa yang terjajah, juga merasakan keberanian para pahlawan,” ujar Nur Islamiyah, S.Pd.SD guru kelas 6.
Salut kepada Sekolah Inovatif SD Maarif Jogosari Pandaan. Tentu tidak gampang menyiapkan drama dengan pemain massal ratusan siswa itu. Selamat hari Pahlawan! (Yul)