JAKARTA, Beritalima.com– Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu mengingat kembali pada hakikatnya, kekuasaan harus digunakan sebagai instrumen untuk mewujudkan visi Indonesia sebagai cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945 sebagaimana visi tersebut termaktub dalam Pembukaan UUD NRI 1945.
Karena itu, seluruh kebijakan pembangunan harus konkruen dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia. “Poin yang tidak kalah penting adalah mempercayakan jalannya roda pemerintahan kepada orang-orang yang tidak hanya kompeten tetapi konsisten terhadap visi Indonesia dan punya komitmen kuat memperjuangkan Trisakti yakni berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan,” kata Karyono saat dihubungi, Selasa (8/12).
Dengan tertangkapnya dua menteri anggota Kabinet Indonesia Maju (KIM) pimpinan Presiden Jokowi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dua pekan terakhir, beber Karyono, bisa menjadi momentum buat Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan tersebut untuk merombak (reshuffle) atau mengocok ulang komposisi kabinet.
Jika tidak, ungkap dia, kepercayaan publik akan terus menurun. “Upaya melakukan reshuffle ditujukan untuk memperbaiki performa pemerintahan. Reshuffle merupakan hal biasa. Sama seperti yang dilakukan Presiden Jokowi pada periode pertama,” kata peneliti senior IPI ini.
Dikatakan, Jokowi tidak perlu khawatir karena presiden memiliki hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan menteri. Reshuffle menteri tidak akan menimbulkan turbulensi asalkan tetap memperhatikan keseimbangan kekuatan (balance of power),” ucap dia.
Kriteria menteri yang perlu diganti yaitu menteri-menteri yang kinerjanya buruk meskipun tidak bermasalah dalam soal korupsi. “Kemudian, reshuffle fokus pada menteri-menteri yang sudah menjadi tersangka korupsi dan menteri yang memiliki potensi masalah dalam soal korupsi dan penyimpangan lainnya,” demikian Karyono Wibowo. (akhir)