Penembakan Laskar FPI, Nizar Dahlan Perlu Bentuk Tim Pencari Fakta Independen

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior, Dr H Muhammad Nizar Dahlan mengatakan, penembakan yang dilakukan aparat kepolisan terhadap enam anggota Laskar Forum Pembela Islam (FPI) di kilometer 50 tol Cikampek arah Kerawang Timur, Senin (7/12) dini hari perlu diusut tuntas.

Cara mengusutnya, kata Nizar, tidak boleh diserahkan kepada jajaran kepolisian tetapi harus dengan membentuk tim pencari fakta independen selain Komisi Nasional Hak Azazi Manusia (Komnas HAM) dan DPR RI. Soalnya, jajaran kepolisian yang terlibat dalam penembakan itu.

Nizar khawatir bila pengusutan dilakukan jajaran kepolisian, tidak bakal terungkap kasus dan pelakunya, apalagi saat ini kepercayaan masyarakat kepada kepolisian lagi-rendah-rendahnya. “Kalau polisi yang dipercaya mengusut, kan tidak mungkin jeruk makan jeruk. Polisi dapat dipastikan bakal membela korpsnya,” kata Nizar.

Dikatakan anggota Komisi VII DPR RI 2004-2009 tersebut, penembakan yang dilakukan oknum polisi sehingga mengakibatkan enam anggota Laskar FPI meregang nyawa merupakan masalah serius karena terjadi di negara demokrasi dan katanya hukum menjadi panglima.

“Jadi, saya melihat masalah ini adalah pelanggaran HAM berat. Seseorang yang masih diduga melanggar hukum tidak boleh dimatikan, apalagi dengan tatacara yang tidak patut demikian dengan menembak menggunakan peluru tajam. Ini bentuk teror yang mengerikan. Kapolri dan Kapolda Metro Jaya harus bertanggungjawab atas melayangnya enam nyawa anak bangsa,” kata dia.

Selain itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak hanya sekadar menegur Kapolda Metro Jaya dan Kapolri tetapi juga harus diberhentikan dari jabatannya alias dicopot. Nizar yang juga Ketum Umum Rumah Pejuang Indonesia (RPI) dalam keterangan kepada Beritalima.com, Selasa (8/12) mengatakan, ada perbedaan keterangan antara pihak Kepolisian dan FPI. Karena itulah perlunya dibentuk tim pencari fakta.

“Saya melihat dari keterangan kedua pihak, terdapat banyak keganjilan dalam peristiwa yang merenggut nyawa enam warga sipil diujung peluru tersebut. Apa benar terjadi serangan atau tembak menembak antara anggota Polisi dan FPI? Dari pihak FPI ada enam orang meregang nyawa dihantam peluru,” kata dia.

Apakah ada anggota Kepolisian juga terkena tembakan dari FPI? Pihak FPI telah membatah laskar FPI tidak membawa senjata api dan senjata tajam, hanya tangan kosong. Belum diketahui apakah enam laskar FPI mati tertembak di TKP atau mati ditempat lain?

“Perlu ada fakta yang dapat dipertanggungjawabkan. Ini sejarah hitam bagi republik ini. Tidak segampang itu nyawa seorang warga sipil ditembak mati demikian. Ini kecelakaan sejarah dalam bernegara. Ada hukum, ada konvensi-konvensi internasional yang sudah kita meratifikasinya, itu perlu dihormati. Tidak boleh bertindak diluar norma hukum dan kaidah moral kebangsaan”, ungkap Nizar.

Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini sependapat dengan Neta S Pane dari Indonesia Police Watch (IPW) yang meminta Jokowi harus segera mencopot Kapolri Jendral Pol Idham Azis dan Kabaintelkam Polri Komjen Rycko Amelza.

“Kapolda Metro Jaya harus ikut dicopot dan diminta pertanggungjawaban atas tewasnya enam warga sipil diterjang peluru tersebut. Negara tidak bisa dikelolah dengan cara-cara preman, ada hukum, hormati hukum dan taati prosedurnya. Lagian juga masih dalam bentuk dugaan. Jika seseorang dipanggil secara patut dan tidak hadir ya dipanggil lagi, dipanggil sampai tiga kali.”

Soal perbedaan pendapat tidak harus dengan cara-cara teror demikian, ada ruang dialog yang bisa digunakan. Misalnya soal revolusi akhlak yang diusung HRS. Ini soal pendapat, kok pendapat dibunuh? Substansi perkara yang menjerat HRS juga dipandang berlebihan.

Terkait dengan kerumunan karena terkait Covid-19, ya banyak orang yang membuat kerumunan, bukan hanya Habib Rizieg Shihab (HRS). “Berbuat adil itu mulia. Kalau mau seperti itu ya periksa semua yang buat kerumunan, bukan hanya HRS.

Hindari cara-cara teror dalam menegakkan hukum. Karena hal itu hanya membuat keadilan semakin jauh,” jelas putra Maninjau, Sumatera Barat kelahiran Bengkulu, 24 Pebruari 1953 itu.

Dijelaskan, Kapolda Metro Jaya Fadil Imran mengatakan, penembakan terhadap enam orang tersebut dilakukan karena mereka melakukan penyerangan terhadap jajarannya saat menjalani tugas penyidikan kasus Rizieq.

“Anggota yang terancam keselamatan jiwanya karena diserang kemudian melakukan tindakan tegas dan terukur terhadap kelompok yang diduga pengikut MRS dan meninggal dunia,” kata Nizar menirukan ucapan Fadil. (akhir)

beritalima.com

Pos terkait