Seperti diberitakan sebelumnya, Lembaga Parlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang dibentuk sejak lebih 5 tahun lalu, selama ini menempati Gedung PKRI di Jl. Pegangsaan Timur No. 56 Menteng, Jakarta Pusat. Selama bertahun-tahun menempati ruangan-ruangan di lantai 1 dan 4 gedung tersebut, LPSK rutin menganggarkan penggunaan dana APBN. Namun, faktanya pihak pengelola Gedung PKRI, dalam hal ini Ketua LN PKRI, ataupun pihak lainnya tidak pernah menerima dana sewa kantor. “Kami tidak pernah menerima setoran dana sewa kantor dari LPSK, Gedung PKRI ini bukan untuk disewakan,” tegas Prof. Irwannur Latubual, Ketua Lembaga Negara Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia yang bertanggung jawab atas Gedung PKRI itu sejak Juni 2013 lalu.
Pertanyaannya kemudian adalah siapa yang menerima dana sewa kantor dari LPSK itu setiap tahun? Pertanyaan itu mengemuka ketika Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke beraudiensi kepada pimpinan PKRI beberapa waktu lalu. Mendapatkan informasi adanya dana siluman seperti itu, Wilson langsung menyatakan sikap minta agar aparat terkait mengaudit LPSK.
Mengetahui bahwa publik telah mulai mencium aroma korupsi dana APBN untuk sewa kantor LPSK, Sekretariat Negara Republik Indonesia yang berkantor di jantung pemerintah negara itu mulai ketar-ketir, kuatir terkena masalah atas kasus tersebut. Salah satu indikasinya adalah penolakan para oknum pejabat maupun staf Setneg menerima penyerahan kunci ruangan-ruangan dari pihak LPSK.
“Kami sudah beberapa kali ke sana menyerahkan kunci agar selesailah tugas kami di sini,” imbuh narasumber yang hingga kini masih rutin bertugas menjaga di depan ruang utama LPSK, yang notabene sudah kosong ditinggal pindah ke Gedung LPSK yang baru di seputaran Cijantung, Jakarta Timur.
Pada akhirnya, lanjut sang sekuriti, mereka meminta bantuan oknum kopassus untuk menekan pihak Setneg agar menerima kunci-kunci ruangan. “Alhamdulillah, setelah minta bantuan Kopassus, kita tekan orang-orang Setneg agar mau menandatangani surat penyerahan kunci ruangan-ruangan LPSK itu, tukas narasumber itu lega.
Menanggapi hal tersebut, Ketum PPWI Wilson Lalengke mengatakan wajar Setneg berhati-hati. “Jika informasi itu benar, maka dapat diduga bahwa pihak Setneg tidak ingin terlibat dalam pertanggungjawaban atas penggunaan Gedung PKRI selama ini. Yaa, takutlah jika nanti aparat menelusuri penyalahgunaan Gedung PKRI oleh LPSK dan pihak lain di gedung itu, terutama terkait dana sewa kantor LPSK yang diambil dari APBN,” ujar Wilson yang merupakan lulusan PPRA-48 tahun 2012 itu.
Adakah keengganan Setneg menerima penyerahan kunci ruangan-ruangan Gedung PKRI dari LPSK itu terkait dugaan korupsi APBN untuk pos sewa kantor LPSK sebesar Rp. 2.730.000.000 tahun 2015 lalu? Menjadi tugas dan tanggung jawab kepolisian, kejaksaan dan KPK menelusurinya.[Rls]