SURABAYA, Beritalima.com |
Proses digitalisasi ekonomi saat ini mengalami perkembangan yang semakin masif. Perkembangan digitalisasi ekonomi dipicu oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat, serta pergeseran pola interaksi ekonomi. Hal tersebut menciptakan ekosistem yang kuat bagi berkembangnya neo bank.
Ekonom UNAIR Dr. Wisnu Wibowo SE., M.Si menuturkan bahwa neobank atau dikenal sebagai challenger bank merupakan sebuah wujud terobosan inovasi dalam teknologi keuangan yang menawarkan jasa perbankan yang berbasis digital (branchless). Menurutnya, bank tersebut tidak memiliki bentuk fisik sebagaimana layanan bank pada umumnya, tetapi neo bank hadir sepenuhnya secara online.
“Sesuai dengan karakteristik bisnis tersebut, neo bank menyasar kepada nasabah yang tech-savvy atau paham dan fasih dalam teknologi, yang tidak keberatan melakukan sebagian besar pengelolaan keuangan mereka melalui aplikasi seluler,” terangnya.
Merujuk pada laporan McKinsey, konsumen Indonesia sangat terbuka terhadap perbankan digital. Prospek digital bank di Indonesia sangat menjanjikan. Disebutkan bahwa penggunaan bulanan perbankan digital di Indonesia telah tumbuh dua kali lebih cepat dari pada negara berkembang Asia yang lainnya.
“Hal ini juga ditunjang oleh beberapa kelebihan bank digital dibanding bank konvensional,” sambungnya.
Wakil Dekan I FEB UNAIR itu menyebutkan bahwa selain memiliki karakteristik user-friendliness, neo bank juga memiliki kelebihan dalam fitur yang membuatnya menjadi bagian dari lifestyle pelanggan. Kehadiran neo bank jelas akan memengaruhi kelompok nasabah milenial dan kelompok lain yang memiliki kedekatan dengan penggunaan smartphone.
Tak Bisa Sepenuhnya Gantikan Bank Konvensional
Meskipun demikian, neobank dan financial technology (fintech) tidak akan dengan serta merta akan menggantikan bank konvensional. Keputusan seseorang untuk mengambil produk finansial juga akan sangat dipengaruhi oleh faktor kepercayaan dan juga keamanan.
“Semakin besar dan semakin dikenal sebuah institusi keuangan akan memengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap industri tersebut,” lanjutnya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa aspek perlindungan konsumen dari kemungkinan terjadinya risiko yang muncul dari aktivitas neo bank. Kondisi yang paling mungkin adalah antara bank konvensional yang mampu berinovasi dan beradaptasi atau neobank akan hidup berdampingan sekaligus berkompetisi dalam memberikan produk dan layanan keuangan kepada masyarakat.
“Kondisi seperti ini jelas akan menguntungkan bagi masyarakat karena akan memperoleh layanan keuangan yang semakin efisien dan bernilai sebagai dampak terjadinya persaingan yang semakin menarik diantara retail banking,” ungkapnya.
Strategi Bank Konvensional
Chief Regional Economist Bank BNI itu menuturkan bahwa dalam menghadapi persaingan yang ketat dengan neo bank dan fintech, bank konvensional harus mengambil inisiatif untuk memperkuat produk dan layanan digital. Transformasi ke bank digital membutuhkan modal yang besar, maka sangat didorong agar industri perbankan konvensional untuk melakukan konsolidasi usaha.
“Oleh karena itu perlu bagi bank kecil dan menengah untuk melakukan merger dan akuisisi guna memperkuat struktur modal sehingga secara agile dapat beradaptasi dengan tantangan dan kebutuhan digitalisasi keuangan,” tandasnya.
Inovasi dalam layanan keuangan menjadi hal yang tidak bisa ditawar lagi bagi keberlangsungan bisnis bank konvensional. Kemampuan dalam memanfaatkan teknologi keuangan dalam memberikan layanan keuangan yang mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat secara cepat, aman sehingga menjadikannya sebagai bagian dari lifestyle.
“Bank konvensional bersama neobank dan fintech dapat berkolaborasi untuk membantu revolusi digital keuangan dengan menggarap potensi pasar digital bank yang sangat besar melalui kerjasama yang saling menguntungkan,” pungkasnya. (Yul)