SURABAYA, beritalima.com| Ali Prakosa, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Surabaya meminta majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya untuk tetap mengadili pasangan suami istri (pasutri) Henry J Gunawan dan Iuenke Anggraeni dalam kasus menggunakan surat palsu.
Hal itu disampaikan Ali secara lisan, setelah mendengarkan nota keberatan dari tim kuasa hukum Henry dan Iuneke. Menurut Ali, eksepsi yang dibuat tim penasehat hukum hanya untuk membuat kliennya bahagia.
“Eksepsi tim penasehat hukum hanya untuk membesarkan hati dari para terdakwa. Sebab pada pokoknya keluar dari ruang lingkup eksepsi sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat 1 KUHAP dan campur aduk dengan kewenangan praperadilan serta sudah masuk ke pokok perkara,” kata JPU Ali Prakoso saat menanggapi eksepsi tim penasehat hukum terdakwa Henry dan Iuneke. Kamis (10/10/2019).
Selain itu, JPU Ali Prakoso meminta agar majelis hakim yang diketuai Dwi Purwadi menolak eksepsi terdakwa dan sebaliknya menyatakan menerima surat dakwaanya.
“Memohon supaya majelis hakim menolak seluruh eksepsi dari tim penasehat hukum terdakwa. Sebab surat dakwaan yang kami buat sudah sesuai dengan pasal 143 huruf a dan b tentang syarat sahnya surat dakwaan. Memohon supaya majelis hakim melanjutkan persidangan untuk memeriksa dan mengadili perkara ini,” tandas Ali.
Diakhiri persidangan sempat terjadi pertentangan antara terdakwa Henry J Gunakan dan JPU Ali Prakosa, itu terjadi ketika terdakwa Henry J Gunawan mengajukan permintaan agar istrinya dikeluarkan dari tahanan dengan alasan tidak ada yang merawat anaknya.
“Terlepas dari hukum bagaimana. Saya merasa saya sama istri satu saja yang ditahan, karena saya ada anak-anak yang masih kecil tidak ada yang jaga. Dan seharusnya gak pantes kalo hal seperti ini istri saya diikut-ikutin, karena dia tidak pernah pegang bisnis sama sekali,” tukas terdakwa Henry
Atas permohonan tersebut, Jaksa Ali Prakoso juga mengajukan permohonan dengan meminta Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraeni mentaati Standar Operasional Prosedur (SOP) Kejaksaan terkait pemakaian rompi tahanan dan borgol.
“Ijin yang mulia, setelah terdakwa mengajukan permohonan, penuntut umum juga akan menjelaskan agar para terdakwa juga tertib aturan sesuai SOP kami, dari luar sidang sampai ruang tahanan agar bersedia mengenakan rompi dan diborgol tanpa melakukan perlawanan,” ucap JPU Ali Prakoso.
Sontak pernyataan ini menuai protes dari tim penasehat hukum terdakwa, namun ditengahi oleh hakim Dwi Purwadi yang menyatakan, bahwa kewenangan diluar ruang sidang ada kewenangan jaksa.
“Saya sampaikan bahwa pemakaian rompi tahanan itu SOPnya kejaksaan, mau diborgol atau tidak saya tidak mau urusan itu. Yang penting saudara duduk di kursi itu dalam keadaan bebas, bebas tidak dibelenggu, artinya tidak diborgol. Boleh mengenakan rompi, tidak juga tidak apa apa. Itu saja batas wewenang saya seperti itu,” pungkas hakim Dwi.
Sebelumnya, terdakwa Henry Jocosity Gunawan dan Istri, Iuneke Anggraini melalui tim kuasa hukumnya mengajukan nota keberatan atau eksepsi.
Dalam eksepsinya yang dibacakan secara bergantian, ada beberapa poin keberatan yang disampaikan, mulai dari dakwaan yang dianggap cacat prosedur, serta yang berkaitan dengan penetapan tersangka, perjanjian hutang piutang yang dianggap clear, sahnya perkawinan agama serta tidak diterimanya panggilan sidang.
Dengan dalil dalil tersebut, tim penasehat hukum terdakwa Henry J Gunaean dan Iuneke Anggraini berdalih, bahwa sangkaan memberikan keterangan palsu di dalam akte otentik merupakan ranah hukum keperdataan.
“Maka berkenaan dengan itu, mohon agar yang mulia majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan kiranya mempertimbangkan yang ada di dalam eksepsi ini dikabulkan untuk seluruhnya.
“Menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum atau setidak- tidaknya dakwaan tersebut tidak dapat diterima. Agar jaksa penuntut umum mengeluarkan para terdakwa dari rutan kelas 1 surabaya setelah putusan ini diucapkan,” ucap Masbuhin ketua Tim penasehat hukum terdakwa Henry san Iuneke saat membacakan eksepsi.
Untuk diketahui Jaksa Ali mendakwa pasutri Bos PT. Gala Bumi Perkasa (GBP) dengan pasal 266 KUHP akibat memberikan keterangan palsu dalam pembuatan 2 Akte otentik yakni perjanjian pengakuan hutang dan personal guarantee antara PT Graha Nandi Sampoerna sebagai pemberi hutang dan Henry Jocosity Gunawan sebagai penerima hutang sebesar Rp 17.325.000.000 di hadapan notaris Atika Ashiblie SH di Surabaya pada tanggal 6 Juli 2010.
Dalam kedua akte tersebut Henry Jocosity Gunawan menyatakan mendapat persetujuan dari istrinya yang bernama Iuneke Anggraini, keduanya sebagai suami istri menjamin akan membayar hutang tersebut, bahkan saat itu Iuneke pun ikut bertandatangan di hadapan notaris.
Belakangan terungkap bahwa perkawinan antara Henry Jocosity Gunawan dengan Iuneke Anggraeni baru menikah pada tanggal 8 November 2011 dan dilangsungkan di Vihara Buddhayana Surabaya dan dicatat di Dispenduk Capil pada 9 November 2011. (Han)