SURABAYA – beritalima.com, Agus Siswanto dan Nanang Lukman Hakim, dua dari empat terdakwa korupsi Kredit Modal Kerja (KMK) di BRI Kantor Cabang Surabaya Manukan Kulon 9,5 miliar, melalui kuasa hukumnya mengajukan eksepsi.
Eksepsi diajukan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya yang dipimpin hakim Wayan Sosiawan didampingi dua anggotanya Lufsiana dan Kusdarwanto, dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Surabaya Feri Rahman. Jum’at (6/12/2019).
Terdakwa pertama, Agus Siswanto mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan JPU melalui kuasa hukumnya, Andi Abdullah, Lina Chandra Dewi, dan Arlisah Sri Utami. Sementara terdakwa kedua, Nanang Lukman Hakim mengajukan eksepsi melalui kuasa hukumnya, Mohamad Aris dan Fahmi Syaifuddin Ramadhany.
Kuasa hukum Agus Siswanto, dalam eksepsinya mengatakan, bahwa dakwaan JPU kabur dan tidak cermat, sebab seharusnya jika ada kesalahan dalam terdakwa itu bukan perkara pidana, melainkan perdata.
“Hal ini tidak sesuai dengan pasal 143 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” kata Andi Abdullah, saat membacakan eksepsinya dihadapan majelis hakim.
Selain itu lanjut Andi, JPU juga dinilai tidak adil dalam menetapkan Agus Siswanto sebagai terdakwa korupsi di BRI Kantor Cabang Surabaya Manukan, sebab Agus Siswanto adalah debitur yang meminjam modal kepada BRI dengan agunan persediaan besi sebesar Rp 500 juta yang diikat dengan perjanjian Kredit 08, juga rumah SHM NO. 498 milik ibunya sendiri yakni Janda Wati Akbari dijalan Bendul Merisi Gang Besar Selatan No.42 Surabaya yang diikat Hak Tanggungan I No. 5904/2017 tanggal 2/11/2017 sebesar Rp. 2.119.500.000.
“Nilai kedua agunan itu melebihi dari kredit yang diajukan dan disetujui BRI. Oleh karena itu, kepada majelis hakim, kami meminta agar dakwaan JPU terhadap Agus Siswanto dibatalkan demi hukum,” tandas Andi Abullah.
Sementara pada eksepsi yang dilakukan terdakwa kedua, Nanang Lukman Hakim menilai Kejari Surabaya tebang pilih dalam mengungkap kasus BRI ini. Padahal kasus tersebut ada kerugian negara 9,5 miliar rupiah, dan uang itu tidak ada yang kembali kepada negara.
“Ini baru menyentuh yang kecil-kecil saja, belum sampai menangkap tersangka utamanya Yoga Yanotama dan Cholifah sebagai penyedia data palsu, juga belum sampai pada pihak pemutus yakni Nur Azza Karim, pimpinan cabang (Pinca) BRI Manukan” kata Aris membacakan eksepsinya.
Namun yang menjadi dasar eksepsi terdakwa kedua adalah, bahwa tuduhan jaksa yang menyebutkan terdakwa Nanang Lukman Hakim menyalah gunaka jabatannya sebagai AO BRI untuk kepentingan pribadi adalah salah besar.
“Nanang sebagai AAO BRI Manukan benar-benar kecolongan. Nanang itu sudah 21 tahun bekerja di BRI, otomatis prinsip kehati-hatian dalam memproses permohonan kredit sudah mendarah daging dalam dirinya. Semua yang dikerjakan Nanang sudah sesuai SOP,” sambung Aris.
Aris pun mengupas, betapa ketusnya Nur Azza Karim, pimpinan cabang BRI pada saat terdakwa Nanang Lukman Hakim tidak bersedia memberikan penilaian atas agunan kredit di Sidoarjo yang bernilai rendah.
“Pinca BRI Nur Azza Karim dengan ketus menjawab ‘di Sidoarjo sekarang sudah lain nilainya sudah miliaran, kamu proses permohonan kreditnya, saya beri waktu satu dua hari lagi harus selesai ditandatangani. Kalau kamu gak mau proses perjanjian kredit tersebut, saya buang kamu ke Bali,” kata Aris menirukan ketusnya ancaman Nur Azza Karim terhadap Nanang Lukman Hakim.
Usai mendengarkan eksepsi dari kedua terdakwa, majelis hakim menyatakan sidang ditunda hingga pekan depan untuk mendengarkan tanggapan atas eksepsi terdakwa Agus Siswanto dan Nanang Lukman Hakim. (Han)