JAKARTA, beritalima.com | Di tengah ramainya kegiatan bisnis yang terdisrupsi dan saling mendisrupsi, beberapa tokoh dunia meramalkan bahwa suatu hari akan sampai pada era keberlimpahan (abundance) atau dikenal juga free/sharing economy. Era tersebut berarti bahwa semuanya serba berkelimpahan dan berbiaya minimal sekali.
Melihat hal tersebut, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak mengingatkan para pemuda bahwa era abundance tersebut bisa menjadi peluang bagi mereka. Karena itu, dirinya mengajak para pemuda harus memperkuat kemampuan dasar (core competency) di bidang-bidang yang diminati.
“Sekarang ini paradigma kita jangan melihat tapi lebih sebagai peluang. Jadi kita bisa lebih optimis dalam melihat sesuatu. Bahkan di saat itu menciptakan peluang. Bagaimana kita unggul, jago dalam kompetensi kita,” ujar Emil Dardak panggilan akrab Wagub Jatim saat menjadi Keynote Speaker Seminar Nasional Pendidikan dan Kepemudaan yang bertema “Optimalisasi Peran Pemuda dalam Dunia Pendidikan guna Menyongsong Era Abundance” di Aula I8 Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Sabtu (2/10).
Menurutnya, pemuda harus menjadi barisan terdepan membangun kemandirian bangsa. Jika ada sesuatu hal yang baik, maka pemuda harus memiliki keinginan untuk menciptakan. Dengan demikian budaya swadesi atau membuat sesuatu bisa terbangun di kalangan pemuda.
“Kita yang harus berada di baris terdepan membangun kemandirian. Kalau ada yang bagus, jangan ingin beli, tetapi harus ingin belajar untuk membuatnya. Ini yang harus didorong,” kata Mantan Bupati Trenggalek.
Selain itu, dalam era abundance juga perlu mendorong daya saing di tingkat internasional. Cara tersebut, menurut Emil Dardak, perlu dikerjakan secara kompetitif dan dapat bersaing di dunia.
Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dirinya juga terus menggenjot pertumbuhan industri kecil menengah (IKM) di Jatim. Sehingga, dengan adanya IKM, maka diharapkan bisa menghasilkan produk yang bisa berkuasa di negara sendiri, serta mempunyai daya saing di luar negeri.
“Kita ingin anak-anak muda kita itu production oriented. Ketemu subtitute mark maker space. Banyak yang membuat UKM, tapi kita lebih butuh banyak IKM. IKM itu pasti UKM, UKM belum tentu IKM. Karena bikin industri pasti ada berusaha, berusaha belum tentu jadi barang,” pungkasnya. (RR)