JAKARTA, Beritalima.com– Setelah DPR RI mendeklarasikan Parlemen Terbuka Desember tahun lalu, kepercayaan publik terhadap parlemen Indonesia terus meningkat. Kalau sebelumnya tingkat kepercayaan masyarakat kurang dari 50 persen, kini sudah mencapai 60 persen.
Hal tersebut dikatakan Wakil Ketua DPR RI Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Fadli Zon pada pembukaan ‘Asia Regional Meeting on Open Parliament’ 2019 di Nusa Dua, Bali, Kamis (4/4).
Acara tahunan ini digelar DPR RI bekerja sama dengan Westminster Foundation for Democracy (WFD). Pertemuan ini dihadiri delegasi dari delapan negara ini pendiri yakni Brasil, Meksiko, Norwegia, Philipina, Afrika Selatan, Inggris, AS dan Indonesia.
Ini merupakan babak baru dari komitmen Open Government Partnership (OGP). OGP merupakan inisiatif multilateral yang dicetuskan 2011 untuk mempromosikan pemerintahan terbuka (open government), memerangi korupsi, memberdayakan masyarakat serta memanfaatkan teknologi untuk memperkuat tata kelola pemerintahan.
OGP diluncurkan 20 September 2011 di sela-sela pertemuan Majelis Umum PBB oleh kepala negara dan pemerintahan dari delapan negara pendiri yaitu Brasil, Indonesia, Meksiko, Norwegia, Filipina, Afrika Selatan, Inggris, dan Amerika Serikat.
Ketika OGP diluncurkan, isu keterbukaan parlemen sama sekali belum tersentuh. Keterbukaan parlemen mulai jadi tema penting 2013, ketika kelompok kerja tematis tentang keterbukaan legislatif diperkenalkan pada KTT OGP di London.
Sejak saat itulah parlemen juga dituntut untuk mempromosikan rezim keterbukaan. Beberapa negara, seperti Perancis dan Georgia, bahkan memperkenalkan rencana aksi nasional parlemen negeri itu.
Komitmen tentang keterbukaan parlemen penting untuk diadopsi semua negara. Apalagi, sebagaimana yang umum terjadi di negara-negara demokrasi, kepercayaan publik terhadap lembaga parlemen biasanya lebih rendah dibandingkan dengan institusi publik lainnya.
Baru-baru ini sebuah studi mengungkapkan, sebagian besar negara demokrasi, hanya kurang dari setengah warga negara yang percaya kepada parlemen.
Malah AS sebagai mbahnya demokrasi misalnya, menurut data yang dikumpulkan Gallup, untuk 2018 kepercayaan pada legislatif hanya mencapai 40 persen saja.
Menurut sejumlah survei, di INdonesia tingkat kepercayaan publik juga masih rendah. Kepercayaan publik terhadap parlemen sekitar 49 persen. Sesudah DPR RI melakukan Deklarasi Parlemen Terbuka, pada Desember 2018 lalu, kepercayaan publik terhadap parlemen mencapai 60 persen.
“DPR kini memang telah secara resmi bergabung dengan gerakan global menuju rezim keterbukaan. “Open Parliament” sendiri menandai babak baru dari praktik berdemokrasi di negeri kita,” kata Fadli.
Setelah melalui berbagai fase berdemokrasi, mulai demokrasi liberal, terpimpin dan kini kembali menjadi demokratis terbuka, Indonesia terus mencari bentuk pelembagaan demokrasi yang cocok untuk membangun kultur berdemokrasi yang lebih kuat dan terkonsolidasi.
“Saya kira setiap perjalanan demokrasi memiliki caranya sendiri. Tak ada satupun ukuran yang cocok untuk semua. Demokrasi harus dibangun di atas kearifan lokal dan disesuaikan dengan konteks sosial, budaya dan politik nasional.
Selain dimensi bersifat lokal dan jamak, ungkap Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, ada ciri tunggal demokrasi, yaitu partisipasi publik dalam proses perumusan kebijakan. “Inilah jantung demokrasi yang ingin dijaga melalui komitmen Pemerintahan Terbuka dan Parlemen Terbuka.”
Indonesia merupakan salah satu negara pengguna media sosial paling aktif di dunia. Saat ini lebih dari 88 juta pengguna media sosial di Indonesia.
Itulah sebabnya DPR RI memandang komitmen Parlemen Terbuka juga mesti menyesuaikan dengan gaya hidup digital warga negara. “Komitmen keterbukaan parlemen menurut kami memang harus tersedia secara digital, serta mudah diakses oleh media sosial,” jelas Fadli.
Di era digital seperti sekarang, cara untuk mengakomodasi aspirasi konstituen memang tidak hanya bersifat konvensional melalui tatap muka, melainkan bisa juga dilakukan melalui media sosial.
Itu juga latar belakang kenapa DPR meluncurkan aplikasi mobile “DPR Now!”. Platform digital itu digunakan sebagai alat untuk menjembatani informasi antara DPR dengan masyarakat.
Melalui aplikasi seluler ini, yang bisa diunduh melalui Playstore dan Apple Store, publik sekarang dapat memantau parlemen secara aktif, baik melalui kanal live streaming, maupun berbagai unggahan lainnya.
DPR saat ini juga sedang bekerja untuk secara bertahap membuat informasi parlemen yang lebih transparan, lebih up to date, melalui pengembangan Sistem Informasi Legislatif (Sileg) yang memantau semua proses legislasi yang ada di Senayan.
Pada intinya, DPR sedang mencari cara terbaik untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat dalam proses pembuatan perundang-undangan melalui pemanfaatan teknologi digital.
Sebuah proyek percontohan telah dikembangkan melalui partisipasi publik dalam Sistem Perancangan Legislatif, saluran berbasis web untuk memastikan aspirasi dan pendapat publik bisa disalurkan melalui mekanisme online.
“Harapannya, melalui berbagai inovasi dan komitmen tadi, DPR mampu menyediakan produk legislatif yang lebih baik dan lebih akomodatif terhadap kepentingan rakyat.”
Itulah tujuan dari komitmen Parlemen Terbuka. Bagi DPR, Parlemen Terbuka berarti bahwa kita bertindak untuk memastikan publik dapat dengan bebas menggunakan hak dasar mereka yang merupakan hak untuk mengetahui yang dijamin dan dilindungi oleh Konstitusi, terutama Pasal 28F.
Parlemen adalah wakil rakyat. Karena itu, DPR RI harus bertindak atas persetujuan rakyat. Untuk melayani kepentingan mereka, parlemen harus menyediakan berbagai infrastruktur pendukung dalam usaha meningkatkan keterlibatan publik dalam proses legislasi. DPR kini harus bisa hadir di genggaman tangan rakyat melalui platform digital yang interaktif. (akhir)