JAKARTA, Beritalima.com– Anggota DPD RI dari Provinsi DKI Jakarta, Fahira Idris meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) membersihkan arena debat ketiga capres-cawapres bersih dari suara brisik dari para pendukung pasangan calon (paslon).
“Arena debat ketiga nanti harus steril dari suara riuh para pendukung kedua kubu yang cukup mengganggu penonton termasuk pemirsa tv yang menyaksikan jalannya debat melalui layar kaca,” jelas Fahira kepada awak media, Rabu (20/2).
Dikatakan, beberapa hari usai debat kedua calon presiden (capres) di Sultan Hotel Jakarta, Minggu (17/2), beredar video saling sahut serta ejek antara pendukung paslon 01 dan 02 di sela-sela waktu jeda.
Bahkan ketika debat berlangsung, masyarakat yang menyaksikan lewat tayangan televisi mendengar dengan jelas suara pendukung pada saat paslon sedang memaparkan pandangannya.
Suasana tidak kondusif itu sangat disayangkan. Karena itu, KPU sebagai penyelengara harus memastikan hal itu tidak terulang pada debat pilpres ketiga yang digelar 17 Maret mendatang.
“Saya berharap, debat ketiga steril dari keriuhan para pendukung kedua kubu. Kami yang menonton lewat televisi terganggu. Dan, saya rasa kedua paslon yang berada di atas panggung juga terganggu.”
KPU bisa fasilitasi pendukung ini nonton bareng di luar arena debat. Silahkan kalau mereka mau sahut-sahutan asal jangan di dalam arena debat. Kami rakyat Indonesia yang paling berkepentingan menyaksikan debat ini, bukan tim sukses,” kata Fahira.
Menurut putri anggota Kabinet Repelita Pemerintahan Soeharto itu, yang paling berkepentingan menonton langsung atau diundang dalam forum debat pilpres adalah perwakilan kelompok masyarakat atau mereka yang sehari-hari bergelut di bidang-bidang yang menjadi tema debat.
Namun, dalam dua kali debat ruangan debat didominasi pendukung kedua paslon. Karena itu, pada debat ketiga nanti, Fahira, jumlah tim sukses yang barada di dalam ruangan debat harus dibatasi.
“Audience harus didominasi masyarakat yang concern terhadap isu yang diangkat saat debat ketiga yaitu pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosial dan budaya.”
Fahira meminta KPU lebih banyak mengundang perwakilan organisasi guru dan guru honorer, organisasi tenaga kesehatan, serikat pekerja dan mereka-mereka yang concern dalam kegiatan sosial dan budaya.
Mungkin, sambung Fahira, di dua debat sebelumnya sudah diundang, tetapi jumlahnya terlalu sedikit. Karena itu, debat selanjutnya harus diundang lebih banyak akademisi, aktivis dan pegiat pendidikan, kesehatan dan organisasi yang selama ini memberikan advokasi terhadap tenaga kerja kita baik di dalam maupun luar negeri.
“Undang BEM se-Indonesia. Undang pelajar berprestasi, dokter dan tenaga kesehatan yang mengabdi di pulau terpencil. Undang pelaku UMKM yang sudah membuka banyak lapangan kerja, pegiat literasi, dan lainnya.
“Fasilitasi mereka agar melihat jelas calon pemimpin memaparkan gagasannya. Mereka itulah yang harus memenuhi ruang debat. Mata mereka ini yang harus ditatap capres-cawapres, bukan tim sukses dan pendukung,” demikian Fahira Idris. (akhir)