JAKARTA, Beritalima.com– Bayi, anak-anak serta kelompok rentan lainnya seperti perempuan, ibu hamil dan lansia merupakan korban paling merasakan dampak dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di beberapa wilayah Pulau Sumatera dan Kalimantan.
“Bahkan, Ibu hamil yang terpapar asap dan tidak ditangani dengan baik berpotensi melahirkan bayi stunting, cacat atau bahkan meninggal,” kata anggota DPD RI dari Dapil Provinsi Jakarta yang juga aktivitis perlindungan anak, Fahira Idris di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (18/9).
Selain itu, ungkap Fahira, kabut asap berbahaya buat paru-paru bayi yang sedang berkembang karena dapat secara permanen merusak otak bayi yang sedang berkembang. “Pada balita, kabut asap bisa mengakibatkan gangguan kecerdasan,” sebut Fahira.
Putri mantan anggota Kabinet Pembangunan ini mengungkapkan, begitu banyak kerugian dan kesengsaraan yang harus ditanggung rakyat di beberapa daerah di Sumatera dan Kalimanatan akibat bencana kabut asap.
Buat bangsa Indonesia, jika bencana karhutla tidak tertangani dengan baik termasuk penanganan korban, kita terancam kehilangan generasi dan SDM unggul di masa depan.
“Selama karhutla masih terjadi, visi SDM unggul Jokowi cuma mimpi. Indonesia tak akan pernah jadi bangsa unggul saat ini dan masa depan jika rakyatnya terus dihantui kabut asap. “Bencana ini luar biasa merusak sendi-sendi utama kehidupan bangsa ini terutama masa depan anak-anak kita yang terpapar asap.”
Menurut Fahira, jargon pemerintahan periode kedua Jokowi yang fokus kepada pembangunan SDM bahkan dijadikan tagline Hari HUT Kemerdekaan RI ke 74 yaitu ‘SDM Unggul Indonesia Maju’ tidak akan bermakna sama jika anak bangsa sebagai merupakan kunci kemajuan Indonesia masih terpapar kabut asap akibat kebakaran hutan.
Presiden Jokowi harus memandang kabut asap ini sebagai bencana besar bagi beliau dan bangsa ini untuk mewujudkan Indonesia unggul. Karena itu, karhutla ini harus ditangani serius.
“Bangsa ini terancam kehilangan generasi unggul akibat terpapar asap. Jangan pandang ini sebagai bencana biasa karena dampak jangka panjangnya sangat merugikan bangsa. Segeralah lakukan terobosan. Rakyat terutama di Sumatera dan Kalimantan sudah letih terus dihantui kabut asap,” ujar dia.
Pernyataan Jokowi saat debat Pilpres yang menyatakan, tidak pernah ada kebakaran hutan dalam tiga tahun terakhir yang kemudian diralat kebakaran hutan turun drastis karena pemerintah sudah mampu mengatasi kebakaran ternyata melenakan banyak pihak.
Jika memang pemerintah sudah mampu mengatasi karhutla, saat ini bencana yang menyengsarakan rakyat di beberapa daerah di Sumatera dan Kalimantan tidak akan separah ini. Bahkan bayi empat bulan di Banyuasin diduga meninggal akibat terkena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) berbarengan dengan pekatnya kabut asap yang terjadi di sana.
“Jika saat debat dan kampanye kemarin Presiden mengklaim sudah berhasil dalam penanganan karlahut harus kondisi seburuk ini tidak terjadi lagi. Bencana kabut asap ini kan sudah berulang-ulang, harus semakin ke sini Pemerintah tidak gamang dan lebih cepat dan responsif mengatasinya. Tetapi faktanya penangannya masih sporadis dan tidak komprenhensif,” demikian Fahira Idris. (akhir)