JAKARTA, Beritalima.com– Wakil Ketua DPR RI bidang Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kokesra) 2014-2019, Fahri Hamzah mengatakan, diperlukan keberanian dari para wakil rakyat di parlemen mengajukan pertanyaan mendalam untuk mengungkap setiap rangkaian tindak pidana terorisme yang ada di Indonesia.
Soalnya, ungkap Wakil Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia tersebut, seorang anggota DPR itu memiliki hak imunitas dan bertanya. Jadi, tidak perlu takut dituduh bagian dari terorisme.
“Kalau kita (publik-red) kan ada kemungkinan, kalau kita tidak pro kepada jalan dari para penyelenggara negara, bisa-bisa kita dianggap menjadi bagian dari teroris, misalnya istilah mempengaruhi,” ungkap Fahri dalam diskusi bertajuk ‘Lawan Geliat Radikal-Terorisme di Tanah Air’ Press Room Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (1/4).
Politisi kelahiran Sumbawa tersebut mengkritisi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta agar tindakan terorisme yang terjadi di Gereja Kathedral di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3) tidak dikaitkan dengan agama.
Pernyataan itu, sambung Fahri, sangat kontraproduktif dengan apa yang terjadi di lapangan. “Faktanya pakai jilbab, pakai cadar teriak Allahuakbar, apalagi kemudian yang di bom gereja, nama grupnya Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan lain-lain lah. Terus presiden mengatakan jangan hubungan dengan agama, itu mana bisa,” kata Fahri.
Karena itu, Fahri mengajak Pemerintah untuk membangun pola pikir antara agama dan negara yang semestinya tidak dicampur adukan. Karena kalau dua hal ini dicampur, persoalan ini tidak akan pernah selesai. Negara tidak mungkin dapat memperbaiki agama. Sebaliknya, agama dapat merefom negara atau membentuk negara.
“Bila negara mengurusi ranah agama, negara akan kelelahan, kehabisan energi. Itu sebabnya saya selalu meminta agar kita melihat hal ini dari dua perspektif, di mana ruang agama dan di mana ruang negara,” tambah politisi kelahiran 10 Nopember 1971 tersebut.
Karena itu, lanjut laki-laki yang berlatar belakang aktifis tersebut, bila melihat aksi terorisme ini merupakan masalah agama, kembalikan ke agama, negara sangat tidak bisa masuk dalam ranah ini.
“Tugas negara, berada di ruang negara. Kalau ada seorang perempuan masuk ke Mabes Polri membawa senjata, bobol, itu bukan soal agama, itu masalah pengamanan. Kalau pinter membagi tugas itu, kita bisa menyelesaikannya. Sebab, kalau ini dibuat kacau lebih jauh, ini kan pretensinya. Kita tidak mau menyelesaikan masalah tersebut,” demikian Fahri Hamzah. (akhir)