Fahri Hamzah: Prabowo Figur Paling Siap Lanjutkan Rekonsiliasi dan Legacy Jokowi

  • Whatsapp

JAKARTA – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah meminta semua pihak agar terlibat dalam proses sirkulasi kepemimpinan di 2024.

Hal ini mengingat waktu pendaftaran dan masa kampanye calon presiden (capres) sangat pendek, maka harus dimanfaatkan sebaik-baiknya agar tujuan dalam transisi kepemimpinan bisa tercapai.

“Kita harus memanfaatkan situasi saat ini, dimanfaatkan sebaik-baiknya agar tujuan proses kepemimpinan yang baik ini, dengan waktu paling transisi yang pendek bisa tercapai,” kata Fahri Hamzah saat memberikan pengantar diskusi Gelora Talks bertajuk ‘Jelang Final Terbentuknya Koalisi Capres 2024’, di Jakarta, Rabu (20/9/2023) sore.

Fahri mengajak semua pihak untuk terlibat dalam proses sirkulasi kepemimpinan saat ini, yang mengusung tema penting, yaitu politik rekonsiliasi dan politik legacy.

“Karena waktu yang sangat pendek ini, kita sebelumnya sudah mengusulkan agar koalisi besar dipertahankan dengan platform politiknya sangat positif, yaitu rekonsiliasi dan legacy,” katanya.

Menurut Fahri, politik rekonsiliasi adalah ikhtiar dalam membangun rekonsiliasi nasional yang telah digagas Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto harus dilanjutkan, meskipun masih tetap ada kubu-kubuan.

“Pemerintahan Jokowi (Jokowi) yang 10 tahun sudah berhasil mengelola pemerintahan dan sukses dalam bidang ekonomi bisa diteruskan dan tidak boleh ditinggalkan begitu saja, siapapun pemimpinnya. Itu legacy yang harus dilanjutkan,” tegas Fahri.

Sebab, dalam proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung dan Ibu Kota Nusantara (IKN) misalnya, pembangunannya telah menghabiskan uang rakyat yang nilainya mencapai ratusan triliun.

“Jadi tidak boleh ditinggalkan begitu saja, karena ongkosnya mahal sekali, itu adalah uang rakyat. Ini yang harus dipahami semua, bahwa berpikirnya itu tetap harus kepentingan nasional,” ujarnya.

Fahri Hamzah menyebut bahwa Prabowo sepakat untuk melanjutkan dua tema penting bangsa saat ini, yaitu rekonsiliasi dan legacy yang telah dilakukan Presiden Jokowi dengan membentuk Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Prabowo, kata Fahri, merupakan satu-satunya figur dalam kabinet Jokowi yang paling siap meneruskan pemerintahan dan rencana kerja pemerintahan Jokowi.

“Kami optimis, Pak Prabowo akan memenangkan Pilpres 2024 ini, sebab elektabilitas Prabowo tinggi, yang didukung suara pendukung Jokowi,” katanya.

Fahri menilai Prabowo sudah berada di dalam rel yang benar yaitu baik secara rekonsiliasi maupun legacy, sementara kandidat lain tidak memenuhi syarat. Tinggal menentukan calon wakil presiden yang akan dibahas para pimpinan partai politik dalam waktu dekat.

Anggota Dewan Pembina DPP Gerindra Andre Rosiade menegaskan, Koalisi Indonesia Maju yang mengusung Prabowo Subianto akan melanjutkan pemerintahan Jokowi, apabila terpilih sebagai Presiden RI ke-8 di 2024. Sebab, Prabowo sudah menegaskan, bahwa dirinya bagian dari tim Jokowi.

“Jokowi selama ini sudah meletakkan fondasi dan percepatan program-program yang sudah dilakukan Jokowi. Intinya kita di Koalisi Indonesia Maju ingin melanjutkan pemerintahan Jokowi,” ujar Andre.

Sedangkan menyangkut cawapres akan ditentukan bersama para pimpinan parpol, setelah Partai Demokrat mengumumkan secara resmi dukungannya ke Prabowo pada Rapimnas, Kamis (21/9/2023).

“Jadi cawapres Pak Prabowo itu syaratnya bisa meningkatkan elektabilitas Pak Prabowo. Lalu, membantu Pak Prabowo dan bisa bekerjasama dalam rangka melanjutkan keberhasilan Jokowi dan cawapres yang disetujui didukung oleh partai pendukung dan pengusung Pak Prabowo,: katanya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari mengatakan, ada tiga bakal cawapres yang mendampingi Prabowo Subianto, yakni Erick Thohir, Airlangga Hartarto dan Gibran Rakabuming Raka.

Qodari membeberkan analisis mengapa cawapres Prabowo tak kunjung diumumkan. Menurutnya, Prabowo masih mempertimbangkan beberapa hal.

“Problem nomor satu di kubu Prabowo, bersifat kualitatif, artinya masing-masing ada kelebihan, misal ET disurvei cawapres tertinggi sekarang. Tapi suara PAN relatif kecil hasil Pemilu 2019 dan survei. Sementara Golkar kursi besar tapi elektabilitas Airlangga kecil. Jadi ini mau ambil yang mana? Masing-masing ada lebih dan kurangnya,” kata Qodari.

Karena itu, kata Qodari, ada satu variabel terhadap kasus cawapres Prabowo yaitu mencari jalan tengah di antara PAN, Golkar dan Demokrat. Gibran bisa menjadi alternatif karena dia bukan kader Golkar, PAN dan Demokrat.

“Kelebihannya, dia (Gibran) dari Jateng di mana suara Jateng basis PDIP tapi juga basis Jokowi. Jadi ada harapan kalau Gibran dipilih, separuh suara Ganjar bisa direbut,” kata Qodari.

Namun, Gibran terganjal syarat capres-cawapres yang minimal berusia 40 tahun karena masih berusia 35 tahun. Akan tetapi, syarat ini sedang digugat di Mahkamah Konstitusi sehingga Prabowo diperkirakan akan menunggu bagaimana putusan MK.

“Dalam kasus Prabowo ini, ada lagi satu variabel yakni menunggu masalah MK. Kalau MK sudah keluar, saya rasa sudah dekat dengan pengambilan keputusan. Yang paling cepat Ganjar dengan Mahfud MD, paling akhir kubu Prabowo entah Gibran, Erick, Airlangga atau nama lain,” jelas dia.

Qodari mengatakan, jika MK memutus mengabulkan syarat batas usia capres dan cawapres, maka akan menimbulkan gempa politik. Putusan MK ini akan langsung mengubah peta politik.

“Keputusan MK keluar, ini bisa timbulkan gempa, Gugatan soal Gibran dikabulkan, akan menimbulkan gempa politik 9 magnitudo karena sangat mengubah konstelasi,” katanya.

Pertama, Gibran dinilai mampu mengambil separuh suara Ganjar dan kedua berpengaruh pada pemenangan capres.

“Karena itu, pasar suara Anies itu ya cuma sekitar 15-20, sisanya diperebutkan Ganjar dan Prabowo, makanya angkanya beda tipis,” tutur dia.

Lebih jauh, Qodari memprediksi capres yang mempunyai aura Jokowi paling kuat yang akan menang di 2024.

“Makanya penentu Pemilu Indonesia tetap Pak Jokowi baik dari elektoral, dan baik dinamika,” pungkasnya.

Hal senada disampaikan Pengamat politik dari Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti. Ia mengatakan, untuk menetapkan cawapres saat ini diperlukan lima syarat, dimana empat syarat bersifat umum dan satu syarat tambahan.

Pertama adalah elektabilitas, kedua isi tas, ketiga punya asosiasi kuat dengan organisasi keagamaan di Indonesia seperti Nahdatul Ulama dan Muhammdiyah, dan keempat adalah bagian dari elite politik.

“Nah, kalau syarat kelima itu tentatif harus ada restu dari Jokowi. Ini menentukan banget kali ini, di koalisinya Pak Prabowo. Menurut saya, derajatnya yang pertama itu restu Pak Jokowi. Jadi 40 persen restu Pak Jokowi, dan 10 persen, 10 persen itu lagi restu yang lain. Tetapi yang paling penting restunya Pak Jokowi,” tegas Ray Rangkuti. (ar)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait