Filep Wamafma Desak Presiden Jokowi Segera Bentuk Satgas Mafia Investasi

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus bertindak lebih tegas khususnya menangani persoalan-persoalan perilaku di luar hukum yang dilakukan bahkan didalangi oknum berkedok investor.

Bahkan Senator Dapil Provinsi Papua Barat, Dr Filep Wamafma mendesak Presiden Jokowi segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) Mafia Investasi. “Sudah saatnya Presiden Jokowi bertindak tegas khususnya dalam menangani perilaku di luar hukum yang dilakukan oknum-oknum yang berkedok investor,” kata Filep kepada Beritalima.com, Senin (12/9) siang.

Filep yang juga Wakil Ketua I Komite I DPD RI ini mengatakan, kejadian barang sitaan Pengadilan Negeri (PN) Sorong berupa kayu log 2.414,44 meter kubik yang dibawa kabur Kapal Tongkang Asgar 2501 Tagbaud MRP 05 merupakan suatu bukti pengusutan dan penyelidikan semakin mendesak untuk dilakukan.

Apalagi, ungkap Filep, alumni Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makasar ini, kayu tersebut dilaporkan tidak memiliki Surat Keterangan Sah Kayu Bulat (SKSKB) dan kapal itu juga tidak dilengkapi Surat Perintah Berlayar dari Syabandar.
“Perlu dibentuk Satgas di bawah kendali dan langsung bertanggungjawab kepada Presiden,” ungkap Filep.

Menurut dia, pada kasus ini nahkoda Kapal Tongkang itu tidak mungkin menjadi pemain tunggal. Jadi, muncul kecurigaan adanya pihak atau oknum-oknum lain di belakang lolosnya ribuan meter kubik kayu log sitaan Pengadilan Negeri (PN) Sorong hingga tertangkap di Perairan Pulau Buru.

“Dalam kasus tertangkapnya nahkoda Kapal Asgar 2501 berikut barang sita jaminan PN Sorong, patut dicermati pihak mana saja yang terlibat upaya penggelapan kayu tersebut. Tidak mungkin Sang Nakhoda Kapal menjadi pemain tunggal.

Pertanyaan yang mengikutinya ialah, bagaimana mekanisme pengawasan juru sita? “Sebegitu longgar pengawasan sehingga kayu-kayu tersebut dapat raib begitu saja? Atau, ada mafia di balik itu semua?” jelas dia.

Filep menambahkan, kecurigaan itu semakin tajam saat dikaitkan dengan keterangan salah seorang mantan karyawan PTPN Kelapa Sawit di Arso. Karyawan itu mengatakan, banyak perusahaan yang hendak berinvestasi Kelapa Sawit di Papua selalu bertanya tentang Kayu Merbau.
“Mari memperluas perspektif kita. Jangan-jangan, kayu-kayu itu punya kaitan dengan wajah investasi Sawit di Papua?”

Simon Rumaropen, mantan karyawan PTPN Kelapa Sawit di Arso, pernah bercerita, para investor Kelapa Sawit berlomba masuk ke Papua untuk perkebunan Sawit. Namun, kenyataannya perusahaan yang hendak berinvestasi Kelapa Sawit di Papua selalu menanyakan tentang Kayu Merbau.

“Karena itu, tidaklah mengherankan bila sebuah perusahaan Kelapa Sawit yang sudah mendapatkan izin untuk beroperasi tapi tak melakukan penanaman. Mereka malah membiarkan lahan itu mubazir. Dapat diduga ada mafia kayu dan tanah bermain di sana,” terang Filep.

Lebih lanjut, doktor hukum lulusan Unhas Makassar yang disertasinya mengulas tentang kebijakan investasi ini mengatakan, apabila terdapat pihak-pihak yang memang terlibat dalam pemindahan barang sitaan kayu log itu, harapannya hukum dapat diberlakukan dengan adil.

“Pelaku harus menerima hukum baik perdata maupun pidana sesuai Pasal 200 HIR/215 RBg. Hal itu karena penjelasan Pasal 197 ayat {9} HIR/Pasal 212 RBg berkaitan dengan orang yang memberi kewenangan kepada juru sita untuk menyerahkan penjagaan, penguasaan dan pengusahaan barang yang disita di tangan tersita atau di bawah penjagaan pengadilan.

Dalam hal sita jaminan, Pasal 200 HIR/215 RBg menegaskan, akibat hukum terkait hal di atas yaitu: melarang Tergugat untuk menjual, memindahkan barang sitaan kepada siapapun.

Pelanggaran atas itu, menimbulkan 2 (dua) akibat hukum, yaitu (1) akibat hukum dari segi perdata: jika terjadi transaksi jual beli terhadap barang sitaan yang telah diletakkan sita, maka batal demi hukum; (2) akibat hukum dari segi pidana: jika terjadi transaksi Tergugat menjual barang yang telah diletakkan sita maka tergugat telah melakukan tindakan kejahatan yang diancam dengan hukuman pidana penjara maksimal 4 tahun sesuai Pasal 31 KUHP.
Berdasarkan penjelasan tersebut.

Filep menekankan pentingnya intervensi Pemerintah Presiden melalui pembentukan Satgas. Pemberantasan mafia investasi merupakan agenda penting negara untuk menyelamatkan hak-hak rakyat dan untuk mendukung peningkatan kesejahteraan rakyat Papua.

“Wajah mafia sudah sangat jelas di mata kita. Pada poin ini, bila Papua hanya menjadi tempat para mafia, yang kelihatannya sudah menggurita, sehingga sekuat apapun Otsus diberlakukan bersama penambahan dana, hanya akan meninggalkan luka ketidakadilan bagi Orang Papua,” demikian Dr Filep Wamafma. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait